Aturan Impor Baru China Bikin Pusing Produsen Makanan dan Minuman
Produsen wiski Irlandia, cokelat Belgia, dan merek kopi Eropa sedang mencoba untuk mematuhi peraturan baru China terkait
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Produsen wiski Irlandia, cokelat Belgia, dan merek kopi Eropa sedang mencoba untuk mematuhi peraturan baru China terkait makanan dan minuman.
Namun banyak yang khawatir barang-barang mereka tidak akan dapat memasuki 'raksasa pasar' tersebut karena tenggat waktu 1 Januari 2022 sudah dekat.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (13/12/2021), otoritas bea cukai China telah menerbitkan aturan keamanan pangan baru pada April lalu yang menetapkan semua fasilitas manufaktur, pemrosesan, dan penyimpanan makanan di luar negeri harus didaftarkan pada akhir tahun ini agar barang-barang mereka dapat mengakses pasar China.
Baca juga: Harga Busi Avanza dan Veloz Baru Versi Impor Jepang Rp 445 Ribu Per Buah
Namun ternyata prosedur terperinci yang menjelaskan terkait cara mendapatkan kode pendaftaran yang diperlukan, hanya dikeluarkan pada Oktober lalu.
Sementara situs web untuk perusahaan baru diizinkan mendaftarkan diri secara online pada bulan lalu.
"Kami menuju gangguan besar setelah 1 Januari (2022)," kata seorang Diplomat dari negara Eropa yang bertugas di Beijing.
Baca juga: Sebut Indonesia Tak Boleh Ketergantungan Gula Impor, Mentan: Harus Ada Kolaborasi dan Aksi Nyata
Ia tengah membantu produsen makanan dari negaranya untuk menyesuaikan diri dengan langkah-langkah baru China ini.
Perlu diketahui, impor makanan China telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir di tengah meningkatnya permintaan dari kelas menengah yang sangat besar.
Menurut sebuah laporan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS), impor ini bernilai 89 miliar dolar AS pada 2019, menjadikan China sebagai negara pengimpor makanan terbesar ke-6 di dunia.
China telah mencoba menerapkan aturan baru yang mencakup impor makanan selama bertahun-tahun, ini tentunya telah memicu pertentangan dari para eksportir.
Administrasi Umum Bea Cukai China (GACC) yang mengawasi iterasi terbaru dari aturan ini pun telah memberikan sedikit penjelasan terkait mengapa semua makanan, bahkan yang dianggap berisiko rendah seperti anggur, tepung dan minyak zaitun termasuk dalam persyaratan.
Baca juga: Hindari Kasus Impor Covid-19, Epidemiolog: Jangan Lengah Awasi Pintu Masuk Kedatangan Internasional
Para ahli mengatakan bahwa ini adalah upaya China untuk lebih mengawasi sebagian besar makanan yang tiba di pelabuhannya, dan menempatkan tanggung jawab keamanan pangan pada produsen dibandingkan pemerintah.
"Uni Eropa (UE) telah mengirim 4 surat ke GACC pada tahun ini untuk meminta penjelasan dan lebih banyak waktu untuk implementasi," kata Penasihat Pertanian di Delegasi Uni Eropa di Beijing, Damien Plan.
Plan mengatakan bahwa pada pekan lalu, GACC telah menyetujui implementasi hanya berlaku untuk barang yang diproduksi pada atau setelah 1 Januari 2022, meskipun instansi itu belum menerbitkan pemberitahuan resmi.
"Ini secara efektif memberikan penundaan untuk produk yang sudah terlanjur dikirim," jelas Plan.
Namun, beberapa diplomat dan eksportir melihat aturan tersebut sebagai hambatan perdagangan untuk produk luar negeri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perdagangan Pertanian Amerika Serikat Barat (WUSATA), Andy Anderson pun menyebut aturan baru ini sebagai hal yang kejam.
WUSATA merupakan sebuah kelompok perdagangan yang mempromosikan ekspor makanan AS.
"Kami tidak pernah mengalami sesuatu yang sekejam ini dari China," kata Anderson.
Ia pun menggambarkan aturan tersebut sebagai 'penghalang perdagangan non-tarif'.
Makanan, terutama yang didinginkan dan dibekukan, telah menghadapi penundaan yang parah saat melewati Bea Cukai di China pada tahun lalu, karena aturan pengujian virus corona (Covid-19) serta langkah-langkah desinfeksi.
Termasuk biji kopi yang tidak disangrai, minyak goreng, biji-bijian yang digiling serta kacang-kacangan yang masuk dalam 14 kategori baru yang dianggap berisiko tinggi dan harus didaftarkan pada akhir Oktober lalu oleh otoritas pangan negara pengekspor.
Sedangkan fasilitas pembuatan makanan berisiko rendah dapat mendaftarkan diri di situs web yang diluncurkan pada November lalu, namun ternyata langkah itu tidak selalu berhasil.
"Sistem China berfungsi saat ini, namun sistem Inggris dalam versi uji coba," kata Manajer Pengembangan Bisnis di Chemical Inspection and Regulation Services Ltd (CIRS) Eropa, Li Xiang yang membantu banyak perusahaan Eropa dalam proses pendaftaran.
Aturan hanya berlaku bagi fasilitas yang membuat produk jadi untuk diekspor ke China, namun hanya memberikan sedikit fleksibilitas untuk mengubah sumber atau label.
"Beberapa perusahaan minuman beralkohol asal AS telah mendaftar, namun masih belum jelas tentang syarat pelabelan. Tidak banyak waktu untuk memahami apa persyaratannya dan saya pikir itu yang menjadi perhatian utama dari keanggotaan kami," kata VP Perdagangan Internasional di Distilled Spirits Council Amerika Serikat, Robert Maron.
Sementara itu, sejauh ini tidak ada produsen wiski Irlandia yang dibantu oleh CIRS Ireland yang dapat mendaftar dalam situs itu.
Belum jelas apa yang akan terjadi jika barang tiba tanpa kode registrasi menempel pada kemasan.
"Untuk saat ini, informasi yang kami dapatkan dari otoritas (Cina) tidak akan ada tenggang waktu," pungkas Li Xiang.