Sri Mulyani: Di Indonesia, Rokok Jadi Kebutuhan Pokok, Yang Miskin Jadi Semakin Miskin
Rokok sudah dijadikan oleh sebagian besar rumah tangga sebagai kebutuhan pokok, dampaknya, masyarakat miskin semakin miskin.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Yusuf Imam Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan keprihatinannya yang sangat serius sehubungan dengan tren konsumsi rokok di Indonesia.
Dia mengatakan, data saat ini menunjukkan, rokok sudah dijadikan oleh sebagian besar rumah tangga sebagai kebutuhan pokok. Dampaknya, masyarakat miskin semakin miskin.
Itu sebabnya, pemerintah memutuskan rata-rata kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12 persen mulai tahun depan.
Salah satu alasan kenaikan tarif cukai rokok ini tak lain dan tak bukan adalah untuk mengendalikan konsumsi.
Harapannya, dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) ini, konsumsi rokok bisa berkurang, sehingga aspek kesehatan bisa membaik.
Baca juga: Tarif Cukai Hasil Tembakau Naik, Berikut Harga-harga Rokok Terbaru Mulai Januari 2022
Sri Mulyani menyebut, pengeluaran rokok merupakan kedua terbesar dari masyarakat miskin baik di perkotaan maupun pedesaan.
Konsumsi rokok, berada di posisi kedua komoditas tertinggi dari sisi pengeluaran setelah beras.
Baca juga: Menkeu Sebut Jokowi Setujui Kenaikan Cukai Rokok pada 2022, Ini Besarannya
Sri Mulyani memaparkan, di masyarakat perkotaan, pengeluaran masyarakat untuk beras 20,3 persen dan rokok 11,9 persen.
Sedangkan di desa 24 persen pengeluaran untuk beras dan diikuti rokok dengan 11,24 persen.
“Dibandingkan komoditas lain lebih memilih rokok terutama bagi masyarakat keluarga miskin daripada untuk tingkatkan produktivitas, daya tahan, kesehatan untuk sumber protein seperti ayam telur dan berbagai kebutuhan tempe, roti, dan lain-lain. Rokok jelas sangat jauh lebih tinggi,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Kebijakan CHT 2022, Senin (13/12/2021).
Baca juga: Tarif Cukai Naik, Ketua Asosiasi Vape Bilang Konsumen Lebih Kena Dampak
“Sebab pengeluaran yang seharusnya untuk tingkatkan ketahanan kelompok miskin tapi dikeluarkan untuk Rokok capai 11% dari total pengeluaran keluarga miskin,” ujar Menkeu.
Ia menegaskan pengendalian konsumsi rokok sangat penting karena, sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Setali tiga uang, melalui kenaikan tarif cukai rokok 2022, angka prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun dapat berangsur mengecil dari 2021 yang diprediksi di level 9%, bisa turun jadi 8,7 persen pada tahun 2024.
“Konsumsi rokok meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak Covid-19 bagi mereka yang merokok. Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan keluarga bukan perokok,” ucap Sri Mulyani.
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Sri Mulyani resah konsumsi rokok lebih besar daripada telur, tarif CHT dinaikkan