Premium dan Pertalite Direncanakan Dihapus, Pertamina Tegaskan Belum Ada Keputusan Resmi
Pertamina belum menerima keputusan dari pemerintah terkait penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite dinilai bakal menghambat upaya pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional, setelah ditekan pandemi Covid-19.
"Ini kontraproduktif terhadap upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi, apalagi terhadap daya beli masyarakat golongan bawah yang paling terdampak buruk selama pandemi," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal saat dihubungi Tribun, Kamis (23/12).
Menurutnya, penghapusan BBM murah khususnya pertalite dan premium akan berpengaruh lebih besar terhadap kelompok masyarakat miskin hingga menengah, yang akhirnya meningkatkan inflasi.
"Akan sangat berdampak pada inflasi, jadi inflasi akan meningkat karena dorongan kebijakan pemerintah (administered prices) atau cost push inflation, bukan inflasi yang disebabkan dorongan permintaan atau kenaikan daya beli masyarakat, ini tentu tidak baik," tutur Faisal.
Oleh sebab itu, Faisal meminta pemerintah untuk mengkaji ulang penghapusan BBM murah khususnya jenis pertalite dalam menjaga daya beli masyarakat. "Semestinya pertalite tidak dalam waktu jangka pendek dan menengah, dan harus sangat hati-hati mengantisipasi dampaknya," ujar Faisal.
Baca juga: Pemerintah Berencana Hapus BBM Jenis Pertalite
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih menyebut bahwa pemerintah berencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite, sebagai upaya memperbaiki kondisi lingkungan.
"Kita memasuki masa transisi di mana Premium (RON 88) akan digantikan dengan Pertalite (RON 90), sebelum akhirnya kita akan menggunakan BBM yang ramah lingkungan," ujarnya.
Menurutnya, premium saat ini hanya digunakan oleh tujuh negara saja dan volume yang digunakan pun sangat kecil, seiring naiknya kesadaran masyarakat menggunakan BBM dengan kualitas yang lebih baik. Oleh sebab itu, kata Soerja, pemerintah tengah menyusun roadmap BBM ramah lingkungan, di mana nantinya Pertalite juga akan digantikan dengan BBM yang kualitasnya lebih baik.
"Dengan roadmap ini, ada tata waktu di mana nantinya kita akan menggunakan BBM ramah lingkungan. Ada masa di mana Pertalite harus dry, harus shifting dari Pertalite ke Pertamax," tuturnya.
Ia menyebut, proses shifting Pertalite ke Pertamax juga menjadi salah satu bahasan FGD agar peralihan ini tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Sehingga kita juga mencermati volume Pertalite yang harus disediakan untuk masyarakat," papar Soerja.
Perubahan dari premium ke pertalite dinilai akan mampu menurunkan kadar emisi CO2 sebesar 14 persen, untuk selanjutnya dengan perubahan ke Pertamax akan menurunkan kembali emisi CO2 sebesar 27 persen. PT Pertamina (Persero) yang dikonfirmasi mengenai hal tersebut hingga saat ini belum menerima keputusan dari pemerintah terkait penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite.
Baca juga: Pimpinan Komisi VII Dukung Penghapusan Premium, Tapi Harus Ada Insentif
"Hingga saat ini belum ada keputusan resminya," kata Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting.
Meski ada rencana penghapusan premium dan pertalite, Pertamina mengaku sampai saat ini tetap menjalankan penugasan dari pemerintah dalam menyalurkan kedua jenis BBM tersebut. "Pertamina tetap akan melaksanakan penugasan sesuai dengan keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah," tutur Irto.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta pemerintah mencari solusi alternatif bahan bakar minyak (BBM) murah bagi masyarakat, bila tetap ingin menghapus premium. Hal tersebut perlu dijalankan pemerintah agar upaya menjaga lingkungan hidup tercapai, namun beban hidup masyarakat tidak bertambah.
"Pemerintah harus memiliki rencana buffering dan mitigasinya. Kalau premium dihapus, apa alternatif BBM murah untuk masyarakat?" kata Mulyanto.
Menurutnya, saat ini daya beli masyarakat sedang lemah karena terdampak pandemi Covid-19, dan tahun depan belum tentu terjadi pemulihan daya beli masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, Mulyanto pun mempertanyakan, apakah kompensasi atas penugasan Pertamina untuk premium ini dapat dialihkan ke BBM yang tersisa, sehingga harganya menjadi sama dengan harga premium.
Baca juga: Premium dan Pertalite Akan Dihapus, Pertamina: Belum Ada Keputusan Resmi
“Kalau itu yang dilakukan, saya yakin tidak ada penentangan dari masyarakat. Jadi, betul-betul harus dikaji terkait kondisi ekonomi masyarakat di tengah pandemi ini. Apakah, sudah tepat waktunya enghapus premium tersebut," tuturnya.
Selain itu, Mulyanto pun meminta pemerintah dan PT Pertamina (Persero) berhenti bernarasi akan menghapus BBM jenis premium karena penggunaannya terus turun. Sebab, kata Mulyanto, narasi itu menyesatkan dan berpotensi masuk kategori kebohongan publik, mengingat faktanya hingga kini masih banyak masyarakat menggunakan bensin premium.
"Kalaupun penggunaan premium berkurang, hal itu disebabkan karena pihak Pertamina yang mengurangi jumlah pasokan BBM premium di beberapa wilayah. Bukan karena peminatnya yang berkurang," paparnya.
"Kalau mau jujur silakan buka data jumlah distribusi BBM premium ke berbagai wilayah. Kita lihat sama-sama apakah benar penurunan konsumsi BBM premium itu karena turunnya minat masyarakat," sambung Mulyanto. (Tribun Network/sen/wly)