Pertamina Tetap Sediakan Pertalite Hingga Tahun Depan, Dirut: Bertahap Dorong Pemakaian Pertamax
Ia mengatakan, pada dasarnya kebijakan penghapusan jenis BBM tertentu merupakan kewenangan pemerintah.
Editor: Hendra Gunawan
Keempat, “Kami juga meminta agar daerah 3T mendapatkan perhatian khusus karena di daerah-daerah tersebut kondisi perekonomian masyarakat masih belum kuat, sehingga harus tetap ditopang dengan keberadaan BBM yang bisa terjangkau,” ujar Eddy.
Jangan Gegabah
Peneliti Institute of Development and Economics Finance (Indef) Abra Talattov, mewanti-wanti agar pemerintah tidak gegabah dan terburu-buru dalam mengambil keputusan ini.
Sebab, pemerintah harus juga memperhitungkan baik dan buruknya bagi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
“Selain itu, masih adanya kenaikan di komoditas energi, ketika Premium dan Pertalite ini dihapus, apalagi dihapusnya tahun depan misalnya, pasti akan berdampak yang luar biasa besar bagi ekonomi dan sosial. Karena masyarakat diharuskan mengeluarkan tambahan biaya dan pengeluaran,” kata Abra kepada Kontan.co.id, Senin (27/12/2021).
Dari situ, kenaikan 2 BBM ini juga akan menimbulkan kenaikan-kenaikan harga, baik dari sisi transportasi dan juga bahan pokok.
Artinya selain masyarakat harus kehilangan alternatif BBM murah, masyarakat juga akan berpotensi menghadapi harga BBM yang lebih tinggi lagi ditahun mendatang.
Menurutnya, ketika akan berencana menghentikan penjualan BBM jenis Premium dan Pertalite dari pasaran, pemerintah perlu memikirkan momen yang tepat.
Terlebih di 2022 mendatang sebaiknya pemerintah lebih memikirkan dan fokus pada pemulihan ekonomi, agar konsolidasi fiskalnya dapat tercapai, dan deficit APBN di 2023 bisa di bawah 3%.
“Jangan sampai target-target tadi buyar karena satu kebijakan yaitu menghilangkan 2 BBM tersebut, bahkan bisa jadi efek domino ke sektor lain,” jelas Abra.
Senada dengan Abra, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki mengatakan, jika pemerintah ingin menghapus kedua BBM tersebut, maka pemerintah terlebih dahulu harus mempertimbangkan subsidi energi yang lebih efektif agar masyarakat bisa memperoleh manfaatnya.
“Misalnya dengan kartu miskin atau kartu sejenisnya, masyarakat mampu memperoleh subsidi langsung ketika membeli atau mengonsumsi energi,” tutur Yayan. (Kompas.com/Akhdi Martin Pratama/Aprilia Ika/Yohanna Arta Ully)