Jika HET Minyak Goreng Rp 14 Ribu, Pemerintah Dinilai Gagal Atasi Tekanan Konglomerat Sawit
jika HET minyak goreng menjadi Rp 14 ribu per liter, maka mengindikasikan pemerintah gagal atasi tekanan dari para konglomerat
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Hermanto menilai jika harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng menjadi Rp 14 ribu per liter, maka mengindikasikan pemerintah gagal atasi tekanan dari para konglomerat sawit.
Saat ini, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2022, HET minyak goreng sebesar Rp 12.500 per kilogram atau sekitar Rp 11 ribu per liter.
Menurut Hermanto, kenaikan HET minyak goreng tidak perlu terjadi karena pemerintah memiliki kekuatan regulasi untuk mengkonsolidasikan para konglomerat tersebut.
Baca juga: Minyak Goreng Seharga Rp 14.000 Per Liter Disebar di Pasar Mulai Pekan Ini
“Pemerintah berdalih kenaikan HET minyak goreng itu terjadi karena kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) global, mestinya hal tersebut dapat diatasi karena sawit Indonesia melimpah. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia,” kata Hermanto ditulis Kamis (13/1/2022).
Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, kata Hermanto, mestinya pemerintah Indonesia dapat memainkan politik dagang dunia yang dominan mempengaruhi harga sawit global.
"Jangan sebaliknya, negara yang bukan penghasil sawit malah dominan mempengaruhi harga sawit global,” ucap politikus PKS itu.
“Kenaikan HET minyak goreng tidak perlu terjadi karena HET merupakan harga kompromi yang memenuhi unsur keadilan sosial untuk kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat dan proteksi negara terhadap masyarakat yang tidak mampu,” sambung Hermanto.
Baca juga: Fraksi Gerindra Heran Harga Minyak Goreng Masih Mahal di Pasaran
Ia menyebut, minyak goreng sudah menjadi komoditas pangan pokok strategis yang menjadi kebutuhan harian masyarakat Indonesia, di mana harganya memiliki dampak transmisi pada produk turunannya.
“Kenaikan harga minyak goreng akan memicu inflasi. Karena itu mestinya harganya perlu dijaga secara stabil oleh pemerintah,” kata Hermanto.
Oleh sebab itu, Hermanto menyarankan agar pemerintah melalui BUMN membangun kilang-kilang minyak sawit di setiap kawasan sentra sawit yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan CPO.
“Sebagai cadangan atau stok untuk menghadapi situasi kritis seperti sekarang ini dan atau untuk mengantisipasi keadaan darurat,” ujarnya.
Harga Minyak Goreng Melambung Tinggi, Berikut Kekayaan Para Bos Besar Sawit Indonesia
Harga minyak goreng melambung hingga lebih dari 100 persen dalam tiga bulan belakangan.
Para produsen minyak goreng yang menaikkan harga berdalih, ada lonjakan harga CPO di pasar global.
Seperti diketahui, perkebunan kelapa sawit di Indonesia sejauh ini paling banyak terkonsentrasi di Kalimantan dan Sumatera.
Sebagian perkebunan kelapa sawit besar lainnya berada di Sulawesi dan kini juga perlahan mulai banyak merambah Papua.
Setelah menyalip posisi Malaysia beberapa tahun lalu, Indonesia sendiri kini tercatat menjadi produsen minyak sawit atau CPO terbesar di dunia.
Baca juga: Pemerintah Sediakan Minyak Goreng Seharga Rp 14 Ribu Per Liter, Pedagang Pasar: Seperti Cari Untung
Tak heran, banyak pemilik perkebunan kelapa sawit dan produsen minyak goreng adalah para pengusaha yang masuk dalam deretan orang terkaya di Indonesia.
Selain memiliki pabrik kelapa sawit sendiri, mereka juga memiliki perkebunan kelapa sawit hingga puluhan ribu hektare, bahkan ratusan ribu hektare.
Beberapa pengusaha nasional ini bahkan menguasai ratusan ribu hektar perkebunan sawit. Berikut daftar konglomerat yang kaya raya dari bisnis pabrik minyak goreng di Indonesia:
1. Martua Sitorus
Martua Sitorus adalah sosok di balik guritas bisnis Wilmar dengan salah satu produknya adalah minyak goreng dengan berbagai merek.
Di Indonesia, merek minyak goreng dari Wilmar adalah Fortune dan Sania.
Sebagaimana dicatat Forbes Martua Sitorus memiliki kekayaan bersih sebesar 2,9 miliar dollar AS dan menempatkannya di urutan 1.101 orang terkaya di dunia. Bersama dengan Kuok Khoon Hong, Martua Sitorus mendirikan Wilmar pada tahun 1991.
Baca juga: Stabilisasi Minyak Goreng oleh Pemerintah Menolong UMKM Kuliner Tetap Bertahan
Namun ketimbang di Indonesia, perusahaan ini memilih mencatatkan diri di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange (SGX).
Wilmar International Ltd pernah masuk sebagai perusahaan sawit terbesar dunia pada tahun 2018.
Saat baru awal berdiri, perusahaan ini memiliki kurang dari 10.000 hektar kebun kelapa sawit di Sumatera Utara.
Kemudian perusahaannya terus berkembang hingga ratusan ribu hektar dan memiliki banyak pabrik pengolahan minyak sawit.
Majalah Forbes bahkan menjulukinya sebagai Raja Minyak Sawit Indonesia.
2. Bachtiar Karim
Bachtiar Karim bersama dengan saudaranya, Burhan dan Bahari, adalah pemilik Grup Musim Mas, salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia. Pada 2019, penjualan konglomerasi sawit itu mencapai 6,6 miliar dollar AS.
Produk minyak goreng terkenal dari Musim Mas adalah Sanco, Amago, dan Voila. Bachtiar Karim adalah orang terkaya di Indonesia di urutan kesebelas versi Forbes.
Total kekayaannya adalah 3,1 miliar dollar AS.
3. Anthony Salim
Anthony Salim tak hanya dikenal dengan produk mie instan, Indomie. Kelapa sawit juga jadi penyumbang pundi-pundi kekayaan Grup Salim.
Bisnis kelapa sawit Keluarga Salim dijalankan lewat perusahaannya Indofood Agri Resources Ltd.
Perusahaan sawit lain di bawah Grup Salim antara lain PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).
Produk minyak goreng terkenal dari Grup Salim adalah Bimoli, Delima, dan Happy.
Generasi kedua keluarga Salim itu juga beberapa kali dinobatkan Forbes sebagai orang terkaya di Indonesia.
Tahun 2020, ia berada di urutan keempat dengan kekayaan 5,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 83,35 triliun.
Namun di tahun 2021, nama Anthony Salim hilang dari daftar orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes.
Dalam beberapa tahun ke belakang, Grup Salim juga mengakuisisi banyak perusahaan kelapa sawit, sehingga luas kebun sawit yang dikelolanya semakin besar.
4. Keluarga Widjaya
Penguasa minyak goreng selanjutnya adalah keluarga Widjaja yang merupakan pemilik Grup Sinar Mas. Produk minyak goreng terkenalnya adalah Filma.
Pendirinya, Eka Tjipta Widjaya secara rutin masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia.
Pemilik Sinar Mas Group ini memiliki kekayaan bersih sebesar 9,7 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 139,2 triliun. Padahal kekayaan keluarga Widjaja tercatat mengalami penurunan sebesar 2,2 miliar dollar AS atau Rp 31,5 triliun.
Mereka termasuk di antara tujuh orang dalam daftar yang mengalami penurunan kekayaan tahun ini. Keluarga Widjaja mewarisi bisnis yang dirintis oleh Eka Tjipta Widjaja.
Eka meninggal pada Januari 2019 di usia 98 tahun.
Sepeninggal Eka Tjipta, bisnis perusahaan diteruskan ke generasi kedua dan ketiganya. Eka meninggal pada Januari 2019 di usia 98 tahun.
5. Sukanto Tanoto
Sukanto Tanoto adalah konglomerat pemilik grup usaha Royal Golden Eagle International (RGEI) yang dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura.
Sebelum sebesar sekarang, Sukanto memulai bisnisnya pada tahun 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak.
Kelompok bisnis RGE, bergerak di berbagai industri di antaranya yang terbesar yakni industri kertas dan pulp oleh (Asia Pacific Resources International Holding Ltd atau APRIL), dan industri perkebunan Kelapa Sawit (Asian Agri dan Apical).
Dicatat Forbes, kekayaan Sukanto Tanoto mencapai 2,1 miliar dollar AS dan menempatkannya di urutan 1.561 orang paling tajir di dunia di 2021.
Bisnis kelapa sawit dan minyak goreng RGEI berada di bawah bendera Apical dan Asian Agri. Salah satu produk minyak gorengnya yang cukup terkenal adalah Camar. (Muhammad Idris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Seberapa Kaya Konglomerat yang Menguasai Minyak Goreng di Indonesia?"