Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menteri ESDM Diminta Ungkap Produsen Batubara Tak Penuhi DMO, Nasir: 'Data Saya Perusahaan Raksasa'

Politikus Demokrat itu menyebut, perusahaan batubara yang tidak memenuhi DMO yaitu perusahaan raksasa yang semuanya dilindungi

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Menteri ESDM Diminta Ungkap Produsen Batubara Tak Penuhi DMO, Nasir: 'Data Saya Perusahaan Raksasa'
TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Batu Bara - Sejumlah truk terlihat mengantri di Kapal Tanker pengangkut batu bara dari Kalimantan di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Kamis (2/9/21). Batu bara tersebut akan di suplai ke beberapa perusahaan yang ada di Jawa Tengah dan DIY. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir meminta Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkap produsen batubara yang tidak menjalankan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

"Pak menteri, saya minta jangan melakukan kebohongan publik, buka faktanya sesuai data yang ada di bapak. Sebenarnya yang tidak ngasih DMO ini perusahaan raksasa semua, saya megang datanya," kata Nasir saat rapat kerja Komisi VII dengan Menteri ESDM di gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Namun, Nasir tidak mengungkap nama-nama perusahaan batubara yang tidak memenuhi DMO, yang mana dalam ketentuan yaitu minimal 25 persen dari produksi per produsen dengan harga 70 ribu dolar AS per ton.

Baca juga: Harga DMO Batubara Diusulkan Diubah Jadi Lebih Rendah 25 Persen dari Pasar

"Ada yang satu bulan 10 juta, satu batubara pun tidak disetorkan DMO. Jangan ditutupi-tutupi pak Menteri, saya minta datanya diserahkan ke Komisi VII DPR," tuturnya.

Politikus Demokrat itu menyebut, perusahaan batubara yang tidak memenuhi DMO yaitu perusahaan raksasa yang semuanya dilindungi orang di luar negeri.

"Saya minta pak menteri sekali lagi jangan lakukan kebohongan publik, yang kecil bapak tekan urus DMO yang besar bapak diemin," tutur Nasir.

Baca juga: PLN Kembangkan Aplikasi Monitoring Stok Batubara Dalam Negeri

BERITA TERKAIT

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan, krisis pasokan batubara di pembangkit listrik PLN sebenarnya sudah berlangsung sejak Agustus 2021.

"Waktu itu ada indikasi kekurangan, kami sudah mengambil tindakan dan satu sanksi berupa pelarangan bagi 34 perusahaan yang waktu itu tidak memenuhi kewajibannya di DMO," tutur Arifin.

Baca juga: Kebutuhan Batubara PLN Tak Ada Seperempatnya Produksi Nasional, Tetapi Kenapa Tiap Tahun Bermasalah?

Meskipun telah mengizinkan ekspor batubara, Kementerian ESDM tidak akan memberikan semua perusahaan bisa bebas mengekspornya.

Perusahaan yang boleh mengekspor hanyalah perusahaan yang telah memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 100 persen.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif akan memprioritaskan izin ekspor kepada perusahaan yang telah memasok bahan baku energi ini ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesuai DMO.

Arifin mengatakan saat ini pihaknya menunggu pernyataan resmi dari PLN bahwa situasi krisis (shortage pasokan batubara) yang terjadi di awal tahun 2022 sudah bisa diatasi.

"Yang kami prioritaskan (diberikan izin ekspor) adalah para produsen yang memenuhi 100% DMO-nya, untuk diberikan prioritas pertama," jelasnya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (12/1/2022).

Sedangkan, lanjut Arifin, bagi produsen yang belum memenuhi DMO akan diminta untuk memenuhi kewajibannya terlebih dahulu.

Adapun pihak Kementerian ESDM juga mengungkapkan, telah membagi menjadi beberapa kategori berapa persen pemenuhan DMO serta sanksi disiplin yang akan diterapkan dengan jelas.

"Jadi ekspor mudah-mudahan sore ini bisa ada statement dari PLN menyatakan situasi supply sudah aman berarti jadwal kedatangan ke lokasi pembangkit baik PLN dan IPP sudah bisa dipastikan dan sudah ada kontraknya," kata Arifin.

Arifin menjelaskan, masalah penghentian ekspor sementara ini disebabkan stok dari pembangkit-pembangkit PLN maupun IPP terlihat kecenderungannya semakin menipis bahkan menuju ke arah nihil apabila tidak dilakukan langkah pengamanan.

Arifin bilang, hal ini terjadi bukan hanya pada komoditas batubara saja melainkan juga di energi primer lainnya seperti LNG.

Maka dari itu, pemerintah mengambil langkah pengamanan bahkan dilakukan secara total karena pihaknya ingin memastikan stok yang tersedia secara nasional untuk dikomersialkan sebagian besar bisa dipakai untuk memenuhi situasi darurat terlebih dahulu.

Lebih lanjut, Arifin memaparkan, berdasarkan data total produksi batubara Indonesia sebanyak 40% speknya memenuhi kebutuhan pembangkit listrik domestik.

Adapun jika dihitung-hitung, 40% dikalikan produksi 600 juta ton maka ada 240 juta ton batubara yang memenuhi spek untuk PLTU dalam negeri.

Sedangkan pemakaian domestik hanya seperempatnya dari 600 juta ton itu sehingga hanya 150 juta ton.

"Kalau pemasok disiplin memenuhi komitmennya, Indonesia tidak perlu mengalami krisis atau kekurangan pasokan batubara," tegasnya.

Sebenarnya, indikasi krisis ini sudah dimulai dari Agustus 2021 yang lalu dan Arifin mengungkapkan pihaknya dapat mengatasinya dengan cepat.

Tetapi dalam kelanjutannya, bukannya tren semakin membaik, justru semakin mengkhawatirkan.

Maka dari itu, prioritas utama yang dilakukan ESDM adalah menjaga ketersediaan supply batubara karena kebijakan DMO 25% ini merupakan mandat yang harus ditaati.

"Ke depannya memang harus kita sempurnakan hal-hal terkait kelemahan yang selama ini kita temui sehingga persoalan ini tidak akan terulang kembali," ujarnya. (Tribunnews.com/Kontan) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas