Ekonom Anggap Tidak Ada Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara
Ekonom senior Faisal Basri menyatakan, tidak ada urgensi atau kedaruratan yang membuat pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) mesti segera dilakukan.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri menyatakan, tidak ada urgensi atau kedaruratan yang membuat pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) mesti segera dilakukan.
Ketimbang melakukan pemindahan IKN, Ia menyebut pemerintah lebih baik menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.
Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan kecenderungan melambat. Pendapatan nasional per kapita merosot dan kembali turun kelas dari negara berpendapatan menengah-atas menjadi negara berpendapatan menengah-bawah. Kecepatan pemulihan ekonomi relatif lambat dibandingkan negara tetangga.
Baca juga: Kemenhub: Pembangunan Transportasi di Ibu Kota Baru Butuh Dana Rp 582,6 Miliar
Transformasi ekonomi tersendat karena ekspor masih didominasi oleh komoditas primer seperti CPO, batubara dan smelter nikel. Peranan industri manufaktur terus merosot dan turun sebelum mencapai titik optimal (gejala deindustrialisasi). Pekerja informal lebih besar dari pekerja formal.
Selain itu, penduduk insecure yakni penduduk miskin ekstrem, miskin, nyaris miskin dan rentan miskin, masih lebih dari separuh jumlah penduduk. Faisal juga menyoroti tidak adanya perencanaan terintegrasi antara perencanaan proyek dengan perencanaan keuangan.
“Apakah pemindahan Ibu Kota sudah sedemikian daruratnya? Tidak,” ujar Faisal dalam diskusi Pusat Kajian dan Analisa Data dikutip Minggu (30/1).
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad memproyeksikan, secara umum pertumbuhan ekonomi daerah tujuan pemindahan IKN akan meningkat 0,02%. Namun jika dilihat secara nasional secara jangka panjang tidak terlalu berpengaruh karena IKN dianggap hanya sebagai pusat pemerintahan yang basisnya konsumsi masyarakat yang tinggal di IKN dan bukan dari kontribusi sektor produktif.
“Ini yang menyebabkan dalam jangka panjang secara ekonomi tidak punya pengaruh, bahkan tidak ada gunanya kalau kita lihat dari simulasi yang kami lakukan, meskipun mungkin ada tambahan investasi riil sebesar 0,21% tapi dari sisi ekspor menurun, bahkan impor jauh lebih tinggi,” ujar Tauhid.
Sementara itu, kajian mendalam atas dokumen resmi pemerintah mengungkap sejumlah nama politisi nasional dan lokal yang diduga kuat akan mendapat keuntungan dari pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.
Kajian yang dilakukan selama lebih dari tiga bulan ini dilakukan koalisi masyarakat sipil yakni JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, WALHI Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan, yang dipublikasikan pada Desember 2019 lalu.
Baca juga: Jokowi: Program Ibu Kota Negara Tak Hanya Sekedar Pindah Gedung Pemerintahan
Program Director Trend Asia, Ahmad Ashov Birry mengatakan, jika dilihat dari ring satu dan ring dua IKN, terdapat konsesi yang didominasi oleh Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo. Lalu diikuti oleh pengusaha – pengusaha lainnya yang terkait dengan 158 konsesi tambang, sawit hingga hutan.
"Yang kami gunakan kerangka teorinya, poin pentingnya adalah konflik kepentingan," ujar Ashov dalam diskusi bertajuk "Ibu kota baru untuk siapa" Narasi Institute, Jumat (28/1).
Hashim Djojohadikusumo juga tercatat sebagai Komisaris Utama PT International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama yang diberikan IUPHHK-HA seluas 173.395 hektar dan tepat berada di ring dua IKN. Seperti diketahui, Hashim adalah adik kandung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Lalu, ada Rheza Herwindo, anak dari Setya Novanto (mantan Ketua Umum Partai Golkar, terpidana korupsi e-KTP). Namanya tercatat di dalam tiga perusahaan tambang batu bara yakni PT Eka Dwi Panca, PT Mutiara Panca Pesona, dan PT Panca Arta Mulia Serasi. Perusahaan – perusahaan milik keluarga Setya Novanto ini ditemukan berada di ring dua lokasi IKN.
Selain itu, ada nama Luhut Binsar Panjaitan yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Pemilik perusahaan tambang batu bara ini terhubung melalui perusahaan PT Toba Group yang anak grup nya antara lain PT Adimitra Baratama Nusantara, PT Trisensa Mineral Utama, PT Kutai Energi, PT Indomining dan kebun sawit PT Perkebunan Kaltim Utama I yang seluruhnya berada di ring tiga IKN. Perusahaan – perusahaan milik Luhut ini meninggalkan 50 lubang tambang yang menganga dan diduga akan mendapat keuntungan pemutihan dosa dari kewajiban reklamasi.
Sumber: Kontan