DPR Minta Akurasi Data dalam Pendistribusian Pupuk Subsidi
kelangkaan pupuk subsidi belakangan ini di tingkat petani lantaran tata niaga pupuk yang memang sudah bermasalah sejak awal.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menduga munculnya kelangkaan pupuk subsidi belakangan ini di tingkat petani lantaran tata niaga pupuk yang memang sudah bermasalah sejak awal.
"Selama ini tata niaga pupuk memang kacau. Berawal dari elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang jumlahnya bisa 2,5 kali lipat dari yang disiapkan Pemerintah, sehingga pada akhirnya petani yang berhak tidak mendapatkan pupuk," kata Surono dalam keterangan pers tertulisnya di Jakarta, Senin, 7 Februari 2022.
Baca juga: Dorong Penggunaan Pupuk Organik di Sumedang, Kementan Realisasikan Program UPPO
Pernyataan Surono tersebut mengacu pada RDKK 2020, di mana terdapat sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan pupuk. Jumlah pupuk subsidi yang diuusulkan mencapai 26,2 juta ton.
Namun, pemerintah hanya memenuhi kebutuhan mereka sebesar 8,9 juta ton. Kondisi ini kemudian membuat pendistribusian pupuk tidak berjalan efektif dan harga pupuk kemudian dikendalikan oleh mekanisme pasar.
Baca juga: Harga Pupuk Non Subsidi Melambung, Naik Dua Kali Lipat Sejak Tahun Lalu
Dia mengatakan, kondisi ini menyebabkan banyak data, terutama nama petani yang sudah terdapat dalam RDKK tidak mendapatkan pupuk dan berimbas pada masalah akurasi data dalam pendistribusian pupuk subsidi.
"Titik kelemahan sampai terjadi kelangkaan pupuk subsidi ini menurut saya berawal dari data. Kemudian oknum-oknum dari mulai agen sampai distributor yang akhirnya menyalurkan pupuk tidak berdasar pada data yang ada," jelasnya.
Dia menegaskan,solusi yang mesti diperbaiki pemerintah adalah memperbaiki validitas data kebutuhan pupuk. Data tersebut harus valid, termasuk petani yang berhak menerimanya.
"Yang pertama, harus diperbaiki data kebutuhan pupuknya. Pemerintah harus konsisten untuk membuat data yang valid. Sehingga tidak ada lagi petani yang harusnya tidak mendapatkan secara aturan, tetapi prakteknya mereka mendapatkan atau sebaliknya, petani yg berhak tapi mereka tidak mendapatkan," ujarnya.
Setelah data penerima benar-benar valid dan akurat, anggaran yang dipersiapkan pemerintah juga harus cukup dan sesuai dengan data yang diajukan.
“Jadi menurut saya, yang kedua, setelah data itu benar, siapkan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk itu; dan ketiga adalah pengawasan yang ketat kepada distrbutor dan agen atau kios,” tegasnya.
Dia mengatakan, dalam aspek pengawasan, tidak bisa dilakukan oleh satu instansi pemerintah saja. Pengawasan memerlukan satuan tugas khusus yang dibentuk secara bersama-sama dengan menggabungkan berbagai instansi terkait. Dengan pembentukan Satgas ini, maka supply chain (rantai pasok) bisa bener-benar tepat sasaran.
“Pengawasan perlu melibatkan Kementen, Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Camat, Kepala Desa, Gapoktan dan APK. Buat saja semacam Satgas Pupuk atas Task Force Pupuk,” ujarnya.