Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Tekan Limbah dan Pencemaran Lingkungan, Ekonomi Sirkuler Kini Mulai Diadopsi Industri Fesyen

Konsumen kini mulai aktif menyuarakan kepedulian mereka atas dampak industri fesyen terhadap lingkungan.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Sanusi
zoom-in Tekan Limbah dan Pencemaran Lingkungan, Ekonomi Sirkuler Kini Mulai Diadopsi Industri Fesyen
ist
Konsep ekonomi sirkuler yang selama ini mulai diadopsi sejumlah sektor industri seperti industri makanan dan minuman, kini juga mulai diperkenalkan di dunia fesyen. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsep ekonomi sirkuler yang selama ini mulai diadopsi sejumlah sektor industri seperti industri makanan dan minuman, kini juga mulai diperkenalkan di dunia fesyen.

Secara sederhana, fesyen sirkular (circular fashion) didefinisikan sebagai produk mode yang dirancang, bersumber, diproduksi, dan dilengkapi dengan tujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien (resource efficiency).

Fesyen sirkular memastikan daya guna sebuah garmen tetap berputar, mulai dari rancangan pakaian, berapa lama daya pakainya, pemilihan bahan pakaian yang berkelanjutan, sampai proses produksi yang mendukung kesejahteraan pekerja.

Baca juga: Palugada Manfaatkan Akun Instagram untuk Bangkitkan Bisnis Tekstil Pedagang Tanah Abang

Dengan kata lain, penerapan fesyen sirkular mampu meminimalkan limbah dan polusi dari industri tekstil.

“Ekonomi sirkular merupakan kerangka ekonomi yang berupaya untuk memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku dan sumber daya yang ada, sehingga bisa dipakai selama mungkin,” ungkap Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto, Rabu (23/2/2022).

Baca juga: Epson Kolaborasi dengan Bajukertas & Co Luncurkan Printer Tekstil Monna Lisa Evo Tre 16 di Bandung

Hasil studi Bappenas menunjukkan, ekonomi sirkular lebih dari sekadar pengelolaan limbah melalui daur ulang, tetapi juga meliputi pengelolaan sumber daya alam yang mencakup keseluruhan proses produksi, distribusi, dan konsumsi dari hulu hingga ke hilir rantai pasok.

BERITA TERKAIT

Apabila ekonomi sirkular dapat diterapkan dalam industri tekstil yang berkaitan erat dengan fesyen di Indonesia, limbah tekstil akan berkurang sebanyak 14% dan meningkatkan daur ulang limbah tekstil sebanyak 8 persen.

Ancaman Limbah Tekstil

Konsumen sendiri kini juga mulai aktif menyuarakan kepedulian mereka atas dampak industri fesyen terhadap lingkungan. Mau tidak mau, para pelaku industri fesyen beradaptasi dan berupaya menerapkan fesyen sirkular secara bertahap.

Selama ini masyarakat luas banyak menggunakan produk yang dihasilkan dari fesyen cepat (fast fashion) yang merupakan metode desain, pembuatan, dan pemasaran yang fokus pada pakaian yang diproduksi secara massal.

Istilah ini digunakan oleh industri tekstil yang memiliki model bisnis dengan meniru dan memperbanyak desain fesyen kelas atas sehingga menimbulkan berbagai masalah, seperti sumber daya yang menipis, sampai penumpukan limbah berbahaya.

Penumpukan limbah tekstil yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas material menjadikan industri ini sebagai polutan kedua terbesar di dunia. Bahkan produsen fesyen cepat kini tidak hanya merilis tren fesyen untuk dua musim dalam setahun, tetapi juga merilis hingga 52 koleksi mikro per tahun.

Dengan adanya pembaruan micro collection, konsumen akan lebih sering membeli pakaian agar tetap mengikuti tren. Sementara, setiap helai pakaian hanya digunakan rata-rata tujuh kali sebelum akhirnya tak lagi dikeluarkan dari lemari pakaian.

Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau setara dengan 12 persen dari limbah rumah tangga.

Menurut data dari SIPSN KLHK per tahun 2021, kontribusi limbah rumah tangga terhadap komposisi sampah keseluruhan mencapai 42,12 persen. Namun dari keseluruhan limbah tekstil tersebut, hanya 0,3 juta ton limbah tekstil yang didaur ulang.

Selain menimbulkan limbah, tingginya produksi pakaian dalam waktu singkat juga berdampak terhadap pencemaran kualitas lingkungan. Pengolahan dan pewarnaan tekstil mencemari 20 persen air di kawasan industri, dimana limbah pada air mengandung bahan-bahan berbahaya seperti merkuri dan arsenik, tetapi juga limbah rumah tangga lainnya.

Konsep fesyen lambat diyakini akan membuat industri fesyen berjalan selaras dengan konsep ekonomi sirkular.

Brand SukkhaCitta, misalnya, berkomitmen menerapkan konsep farm-to-closet, yaitu sistem rantai pasokan yang melibatkan pengolahan bahan baku dari hasil pertanian regeneratif dan penggunaan bahan berkualitas dengan daya pakai yang tinggi.

Dengan begitu, konsumen akan mendapatkan produk fesyen yang berkualitas dan lebih menghargai prosesnya yang dapat mengurangi penebangan pohon, polusi udara, dan penggunaan listrik sebagai penyebab pemanasan global.

Kini, siklus daur ulang pengelolaan sampah yang awalnya dikenal dengan 3R (reduce - reuse - recycle), dalam ekonomi Sirkular telah diuraikan lebih jauh menjadi 9R, yaitu Refuse - Rethink - Reduce - Reuse - Repair - Refurbish - Remanufacture - Repurpose - Recycle - Recovery.

Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif Greeneration Foundation, lembaga swadaya masyarakat lingkungan hidup dan berpartner dengan Kementerian PPN/Bappenasdan Pemerintah Kerajaan Denmark menyatakan, penerapan 9R dalam industri tekstil dan penggunaan produk tekstil merupakan sebuah siklus kebiasaan untuk tampil gaya yang sejalan dengan tanggung jawab masyarakat dalam merawat bumi.

"Konsumen akan menyadari bahwa tampilan produk yang sepintas terlihat tidak mengikuti tren, ternyata memiliki daya guna dan nilai lingkungan yang istimewa sehingga mendukung fesyen sirkular," ujarnya.

"Dengan melihat kedua faktor tersebut, konsumen juga harus semakin jeli meneliti produk yang dibelinya, terbiasa mengkritik produsen yang belum mendukung lingkungan, berusaha sebisa mungkin memperpanjang daya guna tekstil, dan bahkan memahami kandungan bahan baku tekstil yang tidak berbahaya untuk menghindari pencemaran oleh limbah tekstil,” jelas Vanessa.

Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam upaya penanggulangan permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan melalui ekonomi sirkular dan pembangunan rendah karbon (PRK) demi memenuhi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) serta pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Penerapan ekonomi sirkular sendiri menaungi lima sektor prioritas, yaitu makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, grosir dan perdagangan eceran/retail (terfokus pada kemasan plastik), serta peralatan listrik dan elektronik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas