Risiko Paparan BPA pada Air Minum Galon Tuai Polemik dan Jadi Bahasan Hangat Berbagai Kalangan
Potensi bahaya bhispenol-A atau BPA pada kemasan pangan telah menjadi pembicaraan industri sejak awal 90-an.
Penulis: Yulis
Editor: Choirul Arifin
“BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi,” ungkap Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang.
Dalam draft tersebut BPOM mengharuskan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat untuk mencantumkan keterangan "Berpotensi Mengandung BPA".
Namun BPOM memberlakukan pengecualian bagi produsen yang mampu membuktikan sebaliknya via pengujian laboratorium terakreditasi atau laboratorium pemerintah.
Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan plastik selain polikarbonat, rancangan peraturan membolehkan untuk mencantumkan label "Bebas BPA".
Draft rancangan peraturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol-A (BPA) pada air minum galon tersebut juga telah rampung proses harmonisasi dan tengah menunggu proses pengesahannya menjadi Peraturan BPOM.
Pro-kontra Wacana labelisasi BPA-free
Namun rencana regulasi labelisasi BPA-free ini masih menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Menurut keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat menyatakan menolak rencana pelabelan risiko BPA.
Ketua organisasi lobi dagang industri AMDK ini menjelaskan, rencana pelabelan tersebut akan berdampak pada banyaknya industri kecil yang gulung tikar dan mematikan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang telah bertahun-tahun digunakan masyarakat.
"Galon guna ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya," ujar Rachmat.
Terkait hal ini Peneliti Balai Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Chandra Liza mengungkapkan bahwa ketentuan penentuan ambang batas maksimal residu BPA dipastikan tidak akan berdampak langsung terhadap industri AMDK skala kecil.
Pasalnya, mayoritas industri AMDK ini tidak mempergunakan bahan kemasan galon.
“Yang mempergunakan BPA untuk tempat kemasan galon saja. Untuk gelas plastik dan air minum kemasan medium tidak mempergunakan bahan BPA, sehingga penerapannya pastinya akan berdampak langsung pada pelaku AMDK skala besar. Semestinya perusahaan besar juga sudah mempersiapkan perkembangan ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (APDAMINDO) Budi Dharmawan mengungkapkan, penolakan dan polemik soal isu pelabelan galon air minum dalam kemasan hanya sekadar upaya mempertahankan dominasi pasar air minum dalam kemasan.
Sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan industri kecil depot air minum kemasan. “Kalaupun konsumen membawa ember pun tetap akan kami layani. Tidak harus tempat penampungan air jenis galon,” paparnya.