Uni Eropa Ancang-ancang Naikan Tarif Pajak Karbon, Cegah Lonjakan Emisi CO2
Melalui kenaikan pajak CO2 ini, Uni Eropa yakin dapat mengurangi emisi gas rumah kaca bersih setidaknya 55 persen pada 2030.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Beberapa negara besar di Uni Eropa kini bersiap menaikkan tarif pajak emisi karbon dioksida (CO2) pada impor barang-barang yang dinilai berpolusi.
Setelah melewati negosiasi yang panjang, negara-negara UE mulai mendukung rencana kenaikan tarif karbon.
Parlemen Eropa menyebut, tujuan utama pajak atas barang impor yang berpolusi seperti batu bara, baja, semen, pupuk, aluminium hingga bahan bakar listrik. Demi menghindari adanya kebocoran karbon di benua Eropa.
Uni Eropa berambisi menjadi benua netral iklim pertama di dunia pada 2050.
Aturan ini sebenarnya sudah tertera pada paket proposal komisi Eropa. Melalui kenaikan pajak CO2 ini, Uni Eropa yakin dapat mengurangi emisi gas rumah kaca bersih setidaknya 55 persen pada 2030.
Baca juga: Gods Flame Digital Kembangkan Metaverse dan Rantai Publik Hak Karbon
“Tujuan utama dari tindakan lingkungan ini adalah untuk menghindari kebocoran karbon,” sebut Uni Eropa di pertemuan parlemen, Selasa (15/3/2022)
Penerapan kenaikan pajak ini akan dimulai setelah musim panas, namun akhirnya Parlemen Eropa memutuskan segera merealisasikannya di Juli 2022.
Baca juga: Sri Mulyani: Butuh Rp 3.461 Triliun Turunkan Emisi Karbon
Dana yang terkumpul dari hasil pajak biaya CO2 akan digunakan Parlemen Eropa untuk membangun investasi besar dalam industri teknologi hijau seperti hydrogen.
Legislator utama Parlemen Eropa Mohammed Chahim mengungkap, agar para importir tidak meninggalkan Eropa ke wilayah yang rendah pajak. Para parlemen juga sepakat untuk menerapkan aturan retribusi perbatasan.
Baca juga: Uni Eropa Sepakati Sanksi Baru Putaran Keempat Terhadap Rusia
Menurut Aljazeera, dirancangnya retribusi perbatasan ditujukan untuk melindungi industri Eropa dari pesaingnya di luar negeri, yang dapat memproduksi dengan biaya lebih rendah karena terbebas dari biaya output karbon.
Nantinya para importir akan diminta untuk membeli sertifikat digital yang mewakili tonase emisi karbon dioksida yang tertanam dalam barang yang mereka impor, dengan begini baik Eropa maupun importir akan sama–sama diuntungkan.