HET Minyak Goreng Dicabut, Pemerintah Dianggap Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bakal mencabut peraturan Harga Eceren Tertinggi (HET) minyak goreng seiring terjadinya kelangkaan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
"Terkait dengan harga kemasan lain ini tentu akan menyesuaikan terhadap nilai daripada keekonomian, sehingga tentu kita berharap bahwa dengan nilai keekonomian tersebut minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional ataupun di pasar pasar," pungkasnya.
Baca juga: Dua Orang Jadi Tersangka, Penimbun Hampir 1 Ton Minyak Goreng di Bengkulu Terancam 5 Tahun Penjara
Sulit Diterapkan
Terpisah, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan menerangkan, penerapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah sulit diterapkan di pasar tradisional. "HET ini agak sulit diberlakukan di pasar tradisional. Karena di pasar sendiri ada mekanisme tawar-menawar, ada interakasi dengan pembeli," ujar Reynaldi.
Menurut Reynaldi, sejak dulu HET tidak pernah berlaku di pasar tradisional. Ia mencontohkan, sejumlah komoditas pangan harganya di atas HET pada hari ini. "Seperti daging HET Rp 100 - 105 ribu, sekarang sudah tembus Rp 140 ribu. Cabai merah di bawah Rp 35 ribu harganya sudah Rp 77 ribu lebih," tutur Reynaldi.
Reynaldi melihat pemerintah tidak memiliki proyeksi yang jelas soal tata niaga pangan. Sebab, pernyataan mengenai ketersediaan pangan aman, jauh berbeda dengan fakta di lapangan. Sehingga, mempengaruhi gejolak harga. "Fakta di lapangan harga bergejolak. Pasokan atau kebutuhan dalam negeri kita, harga-harga meningkat dan bergejolak," ucap Reynaldi.
Pemerintah diharapkan berkomunikasi dengan para pelaku pasar, agar kebijakan yang diterapkan sesuai dengan harapan masyarakat. "Untuk setiap kebijakan yang dibuat atau diberlakukan perlu mengundang seluruh stakeholder terutama pelaku pasar atau pedagang," kata Reynaldi.
Pemerintah diharapkan fokus terhadap ketersediaan pangan. Sehingga dapat menekan gejolak harga. "Kalau ketersediaan tidak ada apa yang mau distabilitaskan. 2 pekan ini harapan kami agar pemerintah mengantisipasi gejolak harga," tuturnya.
Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, pedagang warteg tidak menolak kebijakan tersebut. "Untuk harga (Rp 14 ribu per liter) saya pikir warteg-warteg tidak menolak," ujar Mukroni.
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Balangan Masih Rp20 Ribu per Liter, di Bandung Barat Rp50 Ribu per 2 Liter
Hanya saja, ucap Mukroni para pedagang warteg mengeluhkan kualitas dari minyak goreng curah, yang saat ini beredar di pasaran. Sebab, pedagang warteg membandingkan minyak goreng curah dengan minyak goreng kemasan.
"Kualitas minyak curah kalau bisa sebanding dengan minyak kemasan, karena memang yang di lapangan minyak curah itu kalau dibandingkan kemasan ketika menggoreng agak lama, ya terjadi pemborosan," tutur Mukroni.
Selain itu, Kowantara meminta pemerintah menjaga ketersediaan minyak goreng curah di pasar. Saat ini, minyak goreng curah disebut masih sulit didapatkan. "Warteg menerima harga yang ditetapkan namun meminta kualitas minyak curah sebanding dengan minyak kemasan. Yang kedua, barangnya tersedia. Itu jadi perhatian pedagang-pedagang warteg," kata Mukroni.
Negara Kalah
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai keputusan pemerintah melepas harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar menandakan pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng.
"Setelah mengadakan pertemuan dengan produsen minyak goreng, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET (harga eceran tertinggi) minyak goreng curah menjadi sebesar Rp14 ribu per liter," kata Mulyanto.
Baca juga: Minyak Goreng di Indramayu Jabar Dijual Rp 23.900 per Liter