Wamentan Sebut Persoalan Minyak Goreng Imbas Naiknya Harga Sawit Internasional
Wamentan menjelaskan, persoalan minyak goreng terjadi saat ini sebagai imbas harga sawit internasional yang melambung.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi menjelaskan, persoalan minyak goreng terjadi saat ini sebagai imbas harga sawit internasional yang melambung.
Meskipun demikian, dia meminta agar masyarakat tetap berprasangka baik terhadap pemerintah.
“Kalau kita sikapi dan dari awal sudah dikomunikasikan dengan pelaku bisnis minyak goreng ini, harusnya tidak terjadi masalah yang sekarang terjadi,” ungkap Harvick dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Kamis (24/3/2022).
Baca juga: Cek Ketersediaan Stok, Dirjen Agro Sidak Gudang Distributor Minyak Goreng Curah di Bali
Harvick menyampaikan ada langkah cepat, jangka menengah, dan jangka panjang dalam menjawab masalah kemandirian pangan yang diharapkan presiden.
Meski begitu, soal kemandirian pangan, proteksi terhadap nasional harus selalu diedukasi ke masyarakat.
“Berpikir positif bagaimana soal kemandirian pangan ini. Langkah-langkahnya apa saja sih. Jika kita harus sulit dulu, diembargo dulu, kita harus lakukan sama-sama. Masyarakat harus bisa menerima itu dan pemerintahnya juga terbuka,” tuturnya.
Baca juga: Pembeli Baru Belanja Minyak Goreng Curah di Klaten Diwajibkan Minimal Belanja Rp 500 Ribu
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai, persoalan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng ini bukan tentang mafia.
Menurutnya, orang yang menjual crude palm oil (CPO) ke luar bukan dikategorikan sebagai mafia.
“Itu orang cari untung bukan mafia. Undang-undang kita tidak menganut anti profiteering, yang kita anut KPPU atau antitrust seperti di Amerika. Ketika dia mau mengambil keuntungan ya sah-saja. Ini kan mekanisme pasar,” kata Fithra.
Baca juga: Warga Mengantre Beli Minyak Goreng Curah di Yogyakarta Sejak Pagi: Harus Sabar Berjam-jam
Fithra berpendapat, seharusnya, ketika ingin memberikan Harga Eceran Tertinggi (HET) di atas harga pokok produksi, bukan dijual dengan harga di bawah tapi di atas harga produksi.
Sehingga tidak semestinya produsen menjual rugi minyak.
“Kalau ada dual pricing, ada curah ada minyak goreng kemasan yang tidak disubsidi, ini nanti curahnya ilang. Di Jawa Tengah, Jawa Timur, udah ilang semua karena dual pricing. Ada black market,” jelasnya.
Ada sejumlah solusi yang bisa dilakukan oleh Kemendag dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng.
Kementerian perdagangan dapat menggunakan sistem resi gudang selain membentuk mekanisme hedging dan menstabilisasi harga karena ada efek skala ekonomis, apalagi dipadukan dengan Bulog.
Fithra mengingatkan, ini bukan hanya tanggung jawab Kemendag saja. Pemerintah bisa menggunakan data Kemensos yang sudah sangat lengkap untuk menyalurkan bantuan sosial yang lebih tertarget.
“HET ditetapkan harga 19 ribu, untuk yang kaya tidak masalah, yang punya masalah kita bantu. Dan ada konsolidasi dengan kalangan produsen. Jangan dimusuhin. Justru harusnya diajak ngobrol untuk kepentingan nasional. Jangan dituduh mafia juga,” tukasnya.