Pengamat Sarankan Pengawasan Perbankan Dikembalikan ke Bank Sentral, Ini Alasannya
Di mana, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral menjadi bagian dari kebijakan moneter, namun tidak demikian halnya dengan OJK.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di Amerika Serikat, bank sentral adalah satu-satunya pengawas perbankan dan moneter.
Kalau Indonesia ingin PDB-nya mendekati AS, aturan bank sentralnya harus mengikutinya
Demikian pernyataan ini disampaikan President Director Center for Banking Crisis (CBC), Akhmad Deni Daruri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/4/2022)
Deni mengatakan, bank sentral jelas berbeda dengan otoritas lainnya (OJK).
Di mana, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral menjadi bagian dari kebijakan moneter, namun tidak demikian halnya dengan OJK.
Baca juga: Dorong Hilirisasi, Perbankan Dukung Industri Pengolahan Nikel CNI Group
Kebijakan moneter dan kekhawatiran tentang struktur dan kondisi bank, serta sistem keuangan, menurut Deni, terkait erat.
Kebijakan moneter dan sistem keuangan, tidak akan terlayani dengan baik, jika bank sentral dicabut dari minat, dan pengaruhnya atasnya atas struktur dan kinerja sistem keuangan.
"Bank sentral bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perbankan," ungkap Deni.
Amerika Serikat (AS), kata dia, adalah mahaguru kapitalisme dunia, menjadikan bank sentral sebagai pengawas perbankan yang paling efektif.
Jika Indonesia memproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya bisa menyamai Amerika Serikat, maka tidak ada pilihan model pengawasan perbankan yang paling efektif adalah bank sentral AS.
Baca juga: Bank Sentral Jepang Pertahankan Langkah-langkah Pelonggaran Moneter
"Haruskah bank sentral menjadi pengawas utama, termasuk mengawasi lembaga-lembaga yang penting secara resiko sistemik? Ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh anggota Kongres AS secara berkala untuk menguji bank sentral sebagai bagian utama dalam pengawasan perbankan. Jawaban ahli moneter dan perbankan AS dengan tegas adalah ya," ungkapnya.
Sebagai lender of last resort, lanjutnya Deni, otoritas kebijakan moneter, dan sebagai organisasi yang bertanggung jawab untuk mengawasi kesehatan dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, atau regulator sistemik, bank sentral perlu menjadi pengawas yang utama.
"Lender of last resort dan pengawasan kehati-hatian bagian tak terpisahkan dari bank sentra," kata Deni.
Ia menjelaskan, Kongres AS membentuk bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) pada 1913, sebagai tanggapan atas serangkaian kepanikan perbankan.
Untuk mempromosikan stabilitas, Kongres AS mengamanatkan bahwa The Fed berfungsi sebagai lender of last resort—meminjamkan dengan jaminan yang baik kepada lembaga-lembaga pelarut. Hal yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga lainnya, termasuk OJK.
Baca juga: Ramalan Zodiak Keuangan Sabtu 14 Desember 2019: Aquarius Krisis Moneter dan Leo Banyak Pengeluaran
Lembaga yang beroperasi sebagai lender of last resort membutuhkan dua informasi penting.
Pertama, penentuan solvabilitas institusi. Kedua, penilaian agunan yang diposkan untuk mendukung pinjaman.
Supervisor harus memiliki pengetahuan mendalam tentang operasi bank, penilaian agunan.
Berkenaan dengan solvabilitas, kata Deni, ada tiga alasan mengapa bank sentral tidak pernah memberikan pinjaman kepada lembaga yang bangkrut.
Pertama, karena bank sentral akan selalu membutuhkan agunan, pinjamannya lebih jauh mensubordinasi kreditur jangka panjang bank.
Kedua, lanjutnya, pemberian pinjaman kepada bank yang pailit tidak mengakhiri kerapuhan lembaga tersebut.
Pada akhirnya, itu harus dilikuidasi atau dikapitalisasi kembali.
Ketiga, ketika orang mengetahui bahwa bank sentral bersedia meminjamkan kepada bank-bank yang bangkrut, bank mana pun yang meminjam akan dicurigai bangkrut.
"Fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dilakukan oleh OJK. Jadi, untuk beroperasi secara bertanggung jawab sebagai pemberi pinjaman terakhir, melindungi kepentingan publik, bank sentral (bukan OJK) perlu memiliki akses tepat waktu ke penilaian pengawasan rahasia, pengetahuan tentang praktik bisnis lembaga, dan keterampilan untuk mengevaluasi agunan yang dimiliki bank untuk mengamankan pinjaman," tuturnya.
Dalam beberapa kasus, kata Deni, keputusan harus dibuat dalam hitungan menit, sehingga kualitas data tidak diragukan lagi dan tidak dapat berada di tangan orang yang memilih untuk membagikannya atau tidak.
Tidak mungkin pimpinan OJK mampu melakukan hal ini.
Secara praktis, penyediaan likuiditas juga merupakan mekanisme yang digunakan bank sentral untuk mencapai tujuan suku bunga tradisional mereka.
Kembali ke masalah tata kelola, operasi di tengah krisis keuangan tak ubahnya manuver saat perang.
Dalam panasnya pertempuran, lanjutnya, militer bergantung pada rantai komando yang jelas untuk memastikan pandangan terkonsolidasi dari medan perang dan koordinasi sumber daya yang efektif.
Pemisahan pengawasan dari bank sentral akan seperti memiliki beberapa jenderal dengan tujuan yang berpotensi berbeda secara bersamaan memberikan perintah kepada tentara yang sama. Sulit untuk melihat bagaimana ini bisa berhasil.
Selanjutnya Deni mengingatkan, manajemen krisis yang sukses membutuhkan koordinasi yang tepat waktu dan efektif.
Menjadikan Lembaga lain, seperti OJK untuk ikut mengawasi perbankan justru bisa mematikan efektivitas pengawasan perbankan itu sendiri.
Terakhir, ada hubungan antara pengawasan kehati-hatian dan pemeliharaan stabilitas sistemik.
Termasuk, pengawasan kehati-hatian terhadap sistem keuangan secara keseluruhan.
"Jelas bahwa bank sentral adalah satu-satunya Lembaga yang mampu melakukannya secara simultan," ungkapnya.
Memindahkan Ibu kota negara saja dari Jakarta ke Kalimantan, kata Deni, bisa dilakukan dengan cepat.
Apalagi mengembalikan fungsi pengawasan perbankan ke BI, seharusnya bisa lebih mudah dan cepat. Karena tidak memerlukan biaya.