Wajibkan Rubel untuk Bayar Gas Rusia, Strategi Vladimir Putin Hancurkan Dolar AS
Saat AS kelimpungan dengan besarnya jumlah dollar yang dicetaknya sendiri, Putin punya waktu yang tepat untuk membalas
Editor: Sanusi
Putin sadar, tak ada gunanya menerima dollar untuk penjualan gas Rusia. Mengingat cadangan devisa Rusia dalam bentuk dollar tak bisa dipakai karena akses keuangannya di dunia sudah diblokir AS dan sekutunya, termasuk sanksi larangan bank Rusia menggunakan transaksi SWIFT.
Ibarat pepatah sekali mendayung dua pulau terlampaui, Putin mendapatkan dua keuntungan sekaligus dengan memaksa penggunaan rubel, yakni cadangan emas Rusia yang melonjak dan rubel yang menguat.
Keinginan Putin yang ingin meninggalkan dollar secara luas dalam transaksi perdagangan dunia pun bisa ia realisasikan sekarang.
Risiko kehancuran dollar AS
Putin sadar, Amerika Serikat adalah negara yang paling gemar mencetak uang kertas dibandingkan negara-negara lain. Dollar AS hanyalah kertas yang dicetak tanpa jaminan apa pun sesuka hati pemerintah AS.
Dollar AS yang dicetak The Fed telah bertambah 800 miliar dollar AS sejak tahun 2008 menjadi hampir 8,5 triliun dollar AS pada tahun 2021. Inflasi pun semakin tak terkendali.
Peningkatan sepuluh kali lipat dalam pencetakan mata uang tidak akan mungkin terjadi jika dollar didukung oleh emas The Fed. Cadangan emas The Fed jauh lebih kecil dibandingkan jumlah dollar yang beredar di dunia.
Saat AS kelimpungan dengan besarnya jumlah dollar yang dicetaknya sendiri, Putin punya waktu yang tepat untuk membalas dengan menghidupkan kembali transaksi dengan emas atau pembayaran non-dollar lainnya sebagai alat tukar.
Ini adalah langkah yang cerdas Putin karena emas juga memiliki resonansi alami dengan India dan China, importir emas terbesar dalam beberapa dekade terakhir.
Emas adalah alat pembayaran yang paling diterima di seluruh dunia, termasuk jika dibandingkan dollar AS sekalipun. Emas yang dimiliki oleh rumah tangga India diperkirakan mencapai 40 persen dari PDB. Secara budaya dan psikologis, emas memiliki daya tarik besar di India, Cina, dan Rusia.
Rusia memiliki lebih dari 50% cadangan devisanya dalam bentuk emas. Membuatnya masih bisa bertahan sangat lama meski menghadapi sanksi ekonomi dari AS dan sekutunya.
Jika gagasan Putin meninggalkan dollar AS terus berlanjut sekalipun krisis di Ukraina sudah berakhir, dan kemudian diikuti negara-negara lain, maka hal itu tentu jadi mimpi buruk untuk Negeri Paman Sam.
Imbasnya, banyak negara bisa jadi tak akan lagi menumpuk dollar dalam cadangan devisanya. Dollar AS akan pulang kampung ke negara asalnya, membuat stok dollar melimpah di negaranya, dan membuat inflasi menjadi gila-gilaan di AS.
Lagipula, China yang merupakan raksasa ekonomi dunia saat ini, sudah sering mengampanyekan untuk meninggalkan dollar AS sebagai mata uang regional.
Perang Rusia terhadap Ukraina dan kebijakan Putin bisa jadi titik balik perubahan radikal dalam penggunaan dollar, hal ini pula yang membuat AS sangat berhati-hati dalam menyikapi ancaman Rusia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerdiknya Putin Saat Wajibkan Bayar Gas Rusia Pakai Rubel"