Usulan Ketua OJK kepada Bank Syariah yang Kekurangan Modal Spin Off
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso merekomendasikan agar bank syariah melebur agar bisa melakukan spin off.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso merekomendasikan agar bank syariah melebur agar bisa melakukan spin off.
Hal ini terkait dengan adanya aturan bank syariah yang masih jadi anak perusahaan bank konvensional untuk melakukan spin off pada 2023 mendatang.
Pada sisi lain ada aturan bahwa untuk mendirikan bank baru, sebuah perusahaan harus memiliki modal minimal Rp 3 triliun.
Baca juga: OJK Yakin Potensi Krisis Ekonomi di Indonesia Bisa Dikendalikan
Aturan tersebut bisa mempersulit perbankan syariah untuk melakukan spin off.
"Saya mengusulkan solusi agar melakukan konversi atau penggabungan sehingga modalnya cukup," kata Wimboh dalam Focus Group Discussion di Jakarta, Senin (25/4/2022).
Ia memberikan contoh Bank Syariah Indonesia (BSI) yang melakukan penggabungan hingga saat ini sukses menjadi bank terbesar nomor 7 di Indonesia.
Menurutnya, saat ini sedang diusulkan perubahan aturan untuk menunda kewajiban spin off.
OJK Saat ini berencana menghapus kewajiban bank untuk spin off (pemisahan) unit usaha syariah (UUS).
Namun hingga kini aturan berupa Undang-Undang sektor keuangan tersebut belum juga jadi.
Baca juga: Tingkatkan Mutu FKTP, Bank BTN, Bank Jatim dan BJB Syariah Siapkan Skema Pembiayaan Infrastruktur
Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Nyimas Rohmah menyampaikan, OJK telah menyampaikan usulan tersebut kepada Kementerian Keuangan sebagai penyusun Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"Hal ini agar spin off dapat dilakukan secara sukarela memperhatian kesiapan bank. Jadi sifatnya bukan mandatory (wajib)," kata Nyimas, dikutip dari Kontan beberapa waktu lalu.
Dalam hal ini, OJK mempertimbangkan usulan tersebut karena kinerja UUS selama ini sudah cukup baik.
Selain itu, mereka dapat memanfaatkan sinergi dengan induk secara penuh karena masih dalam satu entitas.
Melalui kerjasama dengan induk, biaya operasional UUS menjadi lebih efisien dan penyaluran pembiayaan juga lebih besar. Oleh karena itu, ia berharap perbankan syariah bisa secara aktif mengembangkan produk dan layanan yang berdaya saing sesuai kebutuhan masyarakat.
"OJK akan senantiasa mendukung perbankan syariah melalui berbagai kebijakan dan ketentuan yang diterbitkan. Kami berharap bank syariah dapat menjaga efisiensi dan efektivitas dalam mengambil aksi korporasi ke depan," terangnya.
Baca juga: Bank DKI Dorong Ekonomi Syariah Lewat Perilisan Mushaf Al-Quran
Direktur CIMB Niaga Syariah, Pandji P Djajanegara mengatakan keputusan spin off atau tidak akan sama baiknya.
Asalkan, perbankan punya strategi untuk memperbesar portofolio syariah serta dibarengi regulasi yang mendukung.
"Paling penting bagaimana membesarkan syariah dan menjaganya dari sisi tata kelola, risiko dan kepatuhan. Percuma saja, kalau punya satu bank tersendiri tapi tidak menerapkannya secara baik," ungkapnya.
Di tengah upaya OJK untuk tidak mewajibkan spin off, di sisi lain bank syariah juga dikejar target untuk memenuhi aturan ini pada 2023. Terlebih, pemenuhan spin off juga tidak mudah karena memerlukan waktu lama yakni dua tahun.
"Semakin banyak produk bank tersebut, semakin banyak aktivitas bank tersebut. Maka semakin banyak waktu yang diperlukan (untuk spin off)," lanjutnya.
Sementara, perubahan aturan spin off diperkirakan keluar pertengahan tahun 2022. Nah, ini yang menjadi pekerjaan dobel dari perbankan syariah apakah mulai melakukan persiapan spin off, tapi aturannya kemungkinan bisa berubah.
"Ini bisa menjadi salah satu opsi bank untuk memilih tidak memisahakan diri dan ini menjadi kerjaan tambahan. Artinya, kami sudah bekerja, tapi tahun depan diperbolehkan tidak spin off. Kami akan stop pekerjaan ini," terangnya.
Namun jika diberikan pilihan, CIMB Niaga Syariah tetap ingin berbentuk UUS. Namun jika tetap wajib spin off, ia ingin agar laverage benar - benarkan digunakan seluruhnya untuk bisnis syariah.
Tak hanya itu, spin off juga membutuhkan modal besar. Terlebih, perbankan tidak mengetahui akan sampai kapan efek program restrukturisasi kredit akan berakhir. Salah satunya terkait masalah kredit (NPL) akibat restrukturisasi.
Dibandingkan modal untuk mendirikan bank syariah baru, ia menyarankan dana tersebut untuk menyelesaikan kredit macet yang akan muncul pada tahun 2023. Oleh karena itu, lebih baik permodalan itu untuk menyelesaikan masalah yang lebih utama.
"Modal itu diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang ada di depan mata dulu. Masalah yang ada sekarang," jelasnya.
Asal tahu saja, kewajiban spin off sebelumnya diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pada pasal 68 menyebut kewajiban spin off pada tahun 2023.
Kemudian diperjelas dalam PBI No.11/10/PBI/2009 tentang UUS. Aturan ini menyebutkan pemisahan UUS dari Bank Umum Konvensional (BUK) dapat dilakukan dengan mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS pada BUS yang sudah ada.
Dalam peraturan ini, modal disetor BUS hasil pemisahan paling kurang sebesar Rp 500 miliar dan wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling kurang Rp 1 triliun. Peningkatan itu paling lambat 10 tahun setelah izin usaha BUS diberikan.
Pada 2020, OJK mengeluarkan POJK 59/POJK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemisahan UUS. Pemisahan UUS dari bank konvensional dapat dilakukan dalam tiga cara. Pertama, mendirikan bank syariah baru.
Kedua, mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada bank syariah yang telah ada. Ketiga, mengalihkan hak dan kewajiban kepada bank konvensional yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.