Ekspor CPO Dibuka Lagi, Daya Beli Petani Sawit Kembbali Tumbuh
Karena output dari hulu (TBS, CPO) hingga ke hilir (minyak goreng) sangat besar dan jauh d iatas kebutuhan domestik.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Keran ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya akhirnya dibuka kembali.
Presiden Joko menginstruksikan ekspor segera dibuka dan diterapkan mulai Senin (23/5/2022).
Menanggapi hal tersebut Direktur Riset Center Of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengapresiasi langkah yang diambil oleh pemerintah untuk kembali membuka kembali keran ekspor CPO.
“Saya sejak awal mengkritisi kebijakan larangan ekspor CPO karena terlalu banyak kerugiannya. Saya juga meyakini pemerintah akan segera men-stop kebijakan ini.
Baca juga: Cabut Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng, Jokowi Tekankan 6 Hal Ini, Termasuk soal Harga
Jadi kalau kemudian pemerintah kebijakan larangan ekspor dicabut saya kira itu langkah yang tepat,” katanya pada Kontan.co.id, Minggu (22/5).
Dia menjelaskan, dengan dicabutnya larangan ekspor CPO industri minyak goreng bisa hidup kembali normal.
Petani dapat menjual Tadan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan harga yang tinggi sesuai pasar.
Dengan begitu petani dapat memperoleh keuntungan dan memberikan daya beli bagi petani dan perekonomian di sentra – sentra sawit akan kembali tumbuh.
Baca juga: Buka Kembali Keran Ekspor CPO, Jokowi Klaim Larangan Ekspor Berhasil Turunkan Harga Minyak Goreng
“Sebaliknya, kebijakan pelarangan ekspor akan mematikan pendapatan petani, perekonomian akan terganggu.
Melarang ekspor CPO juga bukan solusi untuk menurunkan harga minyak goreng secara signifikan,” tambahnya.
Piter menilai bahwa larangan ekspor CPO dan produk turunannya jelas akan mengganggu industri kelapa sawit.
Karena output dari hulu (TBS, CPO) hingga ke hilir (minyak goreng) sangat besar dan jauh d iatas kebutuhan domestik.
Baca juga: Larangan Ekspor CPO Dicabut, Politikus PKS: Pemerintah Takluk Terhadap Mafia Minyak Goreng
Larangan ekspor CPO dan turunan akan menyebabkan oversupply. Sementara supply chain dikuasai oleh industri besar. Tentu yang akan menjadi korban adalah para petani dan industri kecil.
“Harga TBS dipastikan jatuh. Bahkan sangat mungkin petani tidak bisa menjual TBS nya dan petani kehilangan penghasilan.