Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Konsumsi Rokok Terus Meroket, Ekonom Faisal Basri Pertanyakan Visi SDM Unggul Indonesia Maju

Statista menempatkan Indonesia negara keempat dengan preferensi merokok tertinggi di dunia pada 2020.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Konsumsi Rokok Terus Meroket, Ekonom Faisal Basri Pertanyakan Visi SDM Unggul Indonesia Maju
Tribunnews/Naufal Lanten
Ekonom Faisal Basri. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengungkapkan konsumsi rokok masyarakat Indonesia terus meningkat.

Faisal Basri membeberkan sejumlah riset yang menunjukkan peningkatan tersebut.

Dia mengatakan, data World Population Review di 2014 menunjukkan preferensi merokok di Indonesia masih tinggi, total mencapai 37,9 persen.

Data serupa ditunjukkan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Dia menambahkan, koorporasi penghimpun data internasional Statista juga mencatatkan hal serupa. Faisal mengatakan Statista menempatkan Indonesia negara keempat dengan preferensi merokok tertinggi di dunia pada 2020.

“Jadi kalau datanya digabung 2020 naik. Pandemi dugaan saya naik. Karena kesempatan merokoknya menjadi banyak."

Berita Rekomendasi

"Kalau di kantor dia tidak bisa merokok kalau di rumah dia bisa bekerja sambil merokok,” kata Faisal Basri dalam webinar "Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2022" yang digelar oleh Visi Integritas, Rabu (1/6/2022).

Baca juga: Gaprindo Minta Peritel Bersama Pemerintah Pusat dan Pemda Lebih Aktif Cegah Perokok Anak

“Oleh karena itu ada kecenderungan memang konsumsi rokok ya naiknterus. Ini yang oleh karena itu saya sepakat sekali bahwa boleh dikatakan gagal untuk mewujudkan visi SDM unggul Indonesia maju,” ujarnya menambahkan.

Baca juga: Cukai Tembakau Gagal Tekan Konsumsi Rokok di Masyarakat

Sebagaimana diketahui, Visi Pemerintah “SDM Unggul Indonesia Maju”. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan memberikan prioritas pada pembangunan SDM di periode kedua pemerintahannya.

Namun, sambung Faisal, Kepala Negara terkesan enggan mendiskusilan perkara rikok tersebut. Padahal, berbagai isu besar lainnya pun dinilai mampu dituntaskan lemerintah.

Baca juga: Masyarakat Sipil Tanyakan Komitmen Pemerintah Turunkan Angka Perokok Anak

“Minyak goreng dituntaskan, terlepas dari penuntasannya ngawur atau tidak. Bahkan dia tunjuk Pak Luhut Panjaitan begitu. Nah untuk urusan rokok dia tidak tunjuk Luhut Pandjaitan begitu,” kata Faisal. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri sempat mengajukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau sejak 2017 atau sebelum pandemi Covid-19.

Baca juga: Perokok 1,5 Kali Lebih Tinggi Terinfeksi Corona Daripada Tidak Perokok

Namun upaya itu mendapat penolakan dari sejumlah pemangku kepentingan. Disebutkan, revisi PP No. 109 Tahun 2012 perlu dilakukan kajian komprehensif yang lebih mendalam. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas