The Fed Naikkan Suku Bunga, Ini Dampaknya ke Asia Termasuk Indonesia, Bagaimana dengan Rupiah?
Untuk mengatasi tingginya inflasi, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) menyetujui kenaikan suku bunga
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM - Untuk mengatasi tingginya inflasi, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) menyetujui kenaikan suku bunga terbesarnya, pada Rabu (15/6/2022). The Fed menargetkan menurunkan inflasi hingga ke level 2 persen, sehingga upaya–upaya agresif penting untuk dilakukan.
Kenaikan suku bunga The Fed yang mencapai 75 basis poin tersebut, yang tertinggi sejak hampir tiga dekade. Kenaikan suku bunga ini merupakan kenaikan paling agresif sejak tahun 1994.
Federal Reserve menyetujui kenaikan suku bunga untuk membendung lonjakan inflasi yang diakui pejabat bank sentral AS dapat mengikis kepercayaan publik.
Seperti diketahui, Biro Statistik dan Tenaga Kerja Amerika Serikat mencatat tingkat Inflasi pada Mei 2022 meningkat menjadi 8,6 persen dibandingkan tahun lalu. Sehingga, inflasi Mei menjadi yang tertinggi sejak Desember 1981.
Baca juga: Nilai Tukar Yen terhadap Dolar Melemah, Kepala Federasi Eksekutif Jepang Prihatin
Dilansir dari CNBC pada Sabtu 11 Juni 2022, Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk harga barang dan jasa AS tercatat naik lebih dari perkiraan para ekonomi. Hal itu, didorong oleh gejolak harga pangan dan energi.
Diputuskan Naik
The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuannya ke kisaran 1,5 persen hingga 1,75 persen, setelah menggelar Federal Open Market Committee (FOMC).
Namun komitmen The Fed untuk menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang melonjak, memicu pengetatan terutama pada pasar kredit perumahan AS, dan kemungkinan akan memperlambat pemintaan di seluruh perekonomian.
Kenaikan suku bunga The Fed pada akhir tahun diperkirakan akan berada di kisaran 3,4 persen, dan akan menjadi rekor tertinggi sejak Januari 2008. Perkiraan ini menjadi peringatan adanya perlambatan ekonomi dalam beberapa bulan mendatang dan meningkatnya jumlah pengangguran.
Namun Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan The Fed tidak berniat untuk mendorong resesi ekonomi dan memperbanyak jumlah pengangguran.
Baca juga: The Fed Naikkan Suku Bunga, Harga Bitcoin dkk Kembali Menguat
"Kami tidak berusaha membuat orang kehilangan pekerjaan, kami juga tidak berusaha menginduksi resesi," ujar Powel, yang dikutip dari Reuters.
Pernyataan Powel menunjukkan tantangan yang dia dan rekan-rekannya hadapi dalam menurunkan inflasi yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. The Fed menargetkan untuk menurunkan inflasi hingga ke level 2 persen, tanpa menimbulkan resesi ekonomi dan menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran.
"Tujuan kami sebenarnya adalah untuk menurunkan inflasi ke 2 persen, sementara pasar tenaga kerja tetap kuat. Yang menjadi lebih jelas adalah bahwa banyak faktor yang tidak kami kendalikan akan memainkan peran yang sangat signifikan dalam memutuskan apakah itu mungkin atau tidak. " kata Powell, mengutip perang di Ukraina dan kekhawatiran pasokan global.
Pengetatan kebijakan moneter di AS juga dilakukan, dan disertai dengan penurunan prospek ekonomi The Fed, dengan pertumbuhan ekonomi saat ini terlihat melambat 1,7 persen, jumlah pengangguran meningkat menjadi 3,7 persen pada akhir tahun ini, dan diperkirakan akan naik hingga 4,1 persen di tahun 2024.