Pengamat: Efisiensi Pertamina Sudah Tepat, Masyarakat Diimbau Bijak Gunakan BBM Subsidi
Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, M. Kholid Syeirazi merespons upaya Pertamina dalam melakukan efisiensi di seluruh lini bisnis
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, M. Kholid Syeirazi merespons upaya Pertamina dalam melakukan efisiensi di seluruh lini bisnis, baik efisiensi pada holding maupun subholding mulai dari hulu, pengolahan, sampai hilir.
Menurut Kholid, efisiensi ini tepat, di saat kondisi yang sulit akibat geopolitik dan tekanan harga minyak dunia yang sangat tinggi.
Begitu pun, lanjut Kholid, masyarakat juga diimbau untuk bijak menggunakan BBM dan LPG subsidi.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Dunia Tinggi, Efisiensi Pertamina Capai US$ 2.2 Miliar
“Saya kira bagus, efisiensi itu membuat Pertamina bisa bertahan di tengah disrupsi geopolitik. Bahkan, karena efisensi itu, laba Pertamina bisa naik dibanding tahun sebelumnya,” kata Kholid dalam keterangannya, hari ini (21/6/2022).
Kholid mengatakan, upaya terpenting yang harus dilakukan Pertamina adalah melakukan efisiensi berbasis digitalisasi pada sektor hulu dan hilir.
Melalui efisiensi tersebut, BUMN energi ini bisa memangkas biaya tanpa mengorbankan ekspansi bisnis.
Dia menambahkan bahwa efisiensi itu kaitannya dengan daya hidup korporasi.
Melalui efisiensi, Pertamina bisa menjalankan fungsi bisnis dengan baik, sekaligus juga mengemban tugas negara itu diberikan.
Menurut Kholid, kedua peran tersebut sama penting. Karena sudah menjadi tugas negara untuk menyediakan hajat hidup orang banyak.
Baca juga: Pengamat Migas Imbau Masyarakat agar Konsumsi BBM dan LPG Subsidi Secara Bijak
“Apabila demand BBM naik, itu tugas negara untuk menyediakan hajat hidup orang banyak. Kalau ekonomi pulih, pastinya demand ikut naik,” sambung dia.
Menurut Kholid, Pertamina harus berfokus pada sektor pengolahan dan hilir. Khususnya pada bagian kilang, niaga, dan distribusi.
“Hilir itu yang perlu banyak pembenahan. Begitu juga kilang dan niaga,” urainya.
Di sisi lain, imbuh Kholid, masyarakat juga harus bijak menggunakan BBM dan LPG, termasuk BBM dan LPG subisid.
Masyarakat harus sadar bahwa kondisi saat ini sangat berat. Pertamina dan juga Pemerintah tentu memiliki batasan kemampuan subsidi.
Dalam hal ini, selain masyarakat harus berhemat, subsidi juga harus tepat sasaran. Artinya, kalangan mampu diminta tidak menggunakan BBM dan LPG subsidi.
Baca juga: Anggota DPR Minta Masyarakat Jangan Khawatir, Pemerintah dan Pertamina Jamin BBM & LPG Subsidi
Sebelumnya, Pertamina memang memperkuat strategi keuangan dan upaya operasional guna meningkatkan efisiensi di seluruh lini bisnis, baik holding maupun subholding mulai dari hulu, pengolahan sampai hilir di tengah tantangan harga minyak mentah yang terus melambung tinggi.
Kebijakan ini dikembangkan di berbagai kebijakan dan strategi bisnis dari sisi keuangan maupun operasional sebagai upaya menghadapi tantangan harga minyak dunia yang melonjak signifikan.
Terkait kesadaran masyarakat dalam menggunakan BBM dan LPG, sebelumnya juga disuarakan pengamat migas Sofyano Zakaria.
Sofyano meminta, agar masyarakat bijak dalam menggunakan BBM dan LPG, termasuk BBM dan LPG subsidi.
Dalam hal ini, lanjutnya, hanya masyarakat kurang mampu yang boleh menggunakan BBM dan LPG subsidi. Sedangkan kalangan mampu dan orang kaya, seyogyanya tidak memakai BBM dan LPG subsidi.
"Penggunaannya harus bijak dan dilakukan secara tepat sasaran. Untuk bahan bakar Pertalite digunakan hanya untuk masyarakat kurang mampu seperti sepeda motor dan kendaraan umum (plat kuning)," ujar Sofyano sebelumnya.
Baca juga: Gandeng BPBD, PT Pertamina EP Subang Field Lakukan Penguatan SDM untuk Risiko Bencana
Begitu juga dengan LPG subsidi. Sebaiknya memang hanya dipakai untuk masyarakat miskin dan usaha mikro, seperti warung pinggir jalan. Sedangkan orang kaya serta restoran menengah dan besar misalnya, memang harus menghindari penggunaan LPG subsidi.
Sofyano mengingatkan bahwa ketersediaan BBM dan LPG subsidi tetap berdasarkan kuota. Untuk itu, jika ada masyarakat mampu yang memakai Pertalite dan gas melon, misalnya, tentu akan berdampak pada distribusi terhadap masyarakat tidak mampu.