Perekonomian Terguncang, Amerika Disebut Semakin Dekat Menuju Resesi
Sebagian besar ekonom Wall Street memperkirakan tingginya peluang pertumbuhan ekonomi AS akan menuju ke zona negatif
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Pelacak pertumbuhan ekonomi Federal Reserve Atlanta mengatakan peluang ekonomi Amerika Serikat (AS) menuju jurang resesi semakin dekat.
Sebagian besar ekonom Wall Street memperkirakan tingginya peluang pertumbuhan ekonomi AS akan menuju ke zona negatif, namun angka itu kemungkinan tidak akan terjadi hingga tahun 2023.
Menurut laporan GDPNow The Fed Atlanta, yang melacak data ekonomi secara real time, mencatat output di kuartal kedua tahun ini berkontraksi sebesar 2,1 persen.
Baca juga: AS Terancam Resesi, Ini Jurus Menkeu Sri Mulyani Amankan Keuangan RI
Ditambah dengan penurunan di kuartal pertama tahun ini sebesar 1,6 persen. Penurunan ini dinilai sesuai dengan definisi teknis dari resesi.
“GDPNow memiliki rekam jejak yang kuat, dan semakin mendekati rilis 28 Juli (perkiraan PDB Q2 awal), semakin akurat,” tulis salah satu pendiri penyedia data pasar dan keuangan DataTrek Research, Nicholas Colas yang dikutip dari CNBC.
Perekonomian AS di kuartal kedua mulai terguncang saat Bank Sentral AS menaikkan suku bunga, sebagai upaya untuk mengekang inflasi yang melonjak.
The Fed AS telah mendongkrak suku bunga acuan sebesar 1,5 poin presentase sejak Maret, dan lebih banyak kenaikan kemungkinan akan terjadi sepanjang sisa tahun ini bahkan hingga tahun 2023 mendatang.
Namun pejabat The Fed AS menyatakan mereka optimis mampu menjinakkan inflasi tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi. Ketua The Fed AS Jerome Powell awal pekan ini mengatakan, menurunkan inflasi adalah pekerjaan terpenting saat ini.
Baca juga: Harga Minyak Turun Imbas Ketidakpastian Produksi OPEC+ hingga Kekhawatiran Resesi
“Kami sepenuhnya memahami dan menghargai rasa sakit yang dialami orang-orang dalam menghadapi inflasi yang lebih tinggi, bahwa kami memiliki alat untuk mengatasi itu dan tekad untuk menggunakannya, dan bahwa kami berkomitmen untuk dan akan berhasil dalam menurunkan inflasi hingga 2 persen. Prosesnya sangat mungkin melibatkan beberapa rasa sakit, tetapi rasa sakit yang lebih buruk adalah karena gagal mengatasi inflasi yang tinggi ini dan membiarkannya menjadi terus-menerus,” ujar Powell.
Biro Riset Ekonomi Nasional AS, mengatakan pertumbuhan ekonomi AS di kuartal pertama dan kedua tahun ini bukan acuan untuk menyatakan ekonomi AS berada dalam resesi. Namun sejak Perang Dunia II, belum ada contoh di mana saat ekonomi AS berkontraksi dalam kuartal berturut-turut tidak memicu terjadinya resesi.
Walaupun data GDPNow The Fed Atlanta selalu berubah-ubah, namun Colas mencatat data yang dirilis GDPNow menjadi lebih akurat seiring berjalannya waktu.
“Rekam jejak jangka panjang model ini sangat baik. Sejak The Fed Atlanta pertama kali mulai menjalankan model pada tahun 2011, rata-rata kesalahannya hanya -0,3 poin. Dari 2011 hingga 2019 (tidak termasuk volatilitas ekonomi di sekitar pandemi), kesalahan pelacakannya rata-rata nol.” ujarnya.
Colas melanjutkan, imbal hasil Treasury AS telah mencatat prospek pertumbuhan yang lebih lambat, turun secara signifikan selama dua minggu terakhir.
Baca juga: Dibayangi Resesi Global, Bursa Saham Eropa Melemah
"Saham tidak merasa nyaman dari penurunan hasil baru-baru ini karena mereka melihat masalah yang sama yang digambarkan dalam data GDPNow: ekonomi AS yang mendingin dengan cepat,” tambah Cola.