RI Perlu Ambil Pelajaran dari Bangkrutnya Sri Lanka, Analis Singgung Utang dan Inflasi, Masih Aman?
Indonesia perlu mengambil pelajaran dari situasi yang sedang terjadi di Sri Lanka.
Editor: Sanusi
Hal ini juga dikombinasikan dengan manajemen yang buruk.
“Administrasi perusahaan-perusahaan ini biasanya tidak mengikuti rencana bisnis yang sehat."
"Selain itu, perekrutan eksekutif dan staf sebagian besar didasarkan pada nepotisme, dengan faktor-faktor ini menjadi alasan utama kegagalan manajemen yang mendalam,” kata media yang dikelola pemerintah.
Pada akhir tahun lalu, menurut angka Bank Dunia, utang publik Laos mencapai 88 persen dari produk domestik bruto dan utang luar negeri sebesar $14,5 miliar.
Vientiane membutuhkan $1,3 miliar per tahun untuk memenuhi kewajibannya hingga tahun 2025, tetapi hanya memiliki cadangan devisa sekitar $1,2 miliar.
2. Myanmar
Pandemi Covid-19 dan ketidakstabilan politik telah memukul ekonomi Myanmar, terutama setelah kudeta militer pada Februari 2021 terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Myanmar juga terkena sanksi dari Barat, seperti penarikan bisnis besar-besaran.
Kini ekonomi Myanmar diperkirakan mengalami kontraksi minus 18 persen tahun lalu dan diperkirakan tidak akan tumbuh tahun ini.
Lebih dari 700.000 orang telah melarikan diri atau diusir dari rumah mereka karena konflik bersenjata dan kekerasan politik.
Hal ini tentu saja membuat situasi di Myanmar semakin tidak terkendali.
Padahal, Bank Dunia tidak mengeluarkan proyeksi untuk Myanmar pada 2022-2024.
Diberitakan DW pada 1 Februari 2022, kehilangan pekerjaan tahunan Myanmar pada 2021 berjumlah sekitar 8 persen, atau 1,6 juta pekerjaan hilang.
Hal itu menunjukkan penurunan yang cukup besar dari pekerjaan sebesar 20,5 juta pada 2020.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyatakan dalam laporan Januari 2022, perkiraan tersebut mencakup seluruh angkatan kerja Myanmar, termasuk pekerja ekonomi formal dan informal.
Konstruksi negara, garmen, pariwisata dan industri perhotelan termasuk yang paling terpukul, menurut laporan itu, seperti halnya petani pedesaan.
Selain itu, diperkirakan 25 juta orang (hampir setengah populasi Myanmar) hidup dalam kemiskinan pada akhir 2021.
Lalu, sebanyak 14,4 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, lapor ILO.
Sementara, Bank Dunia mengatakan dalam laporan Januari bahwa ekonomi Myanmar sekitar 30 persen lebih kecil daripada yang mungkin terjadi tanpa adanya pandemi dan kudeta militer.
Sanksi internasional, penghentian bantuan asing, dan penarikan investor asing telah mendorong Myanmar ke jurang kehancuran ekonomi.
Gejolak politik yang sedang berlangsung dan konflik antara militer dan kelompok perlawanan bersenjata juga telah memperumit tantangan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat dari pandemi.
Bahkan, bisnis di seluruh Myanmar dilaporkan menghadapi kebangkrutan.
Jutaan orang, termasuk pegawai negeri sipil dan pekerja sektor swasta, telah bergabung dengan gerakan anti-kudeta pembangkangan sipil Myanmar, menolak membayar tagihan listrik dan pajak sampai militer digulingkan.
Bisnis, terutama pabrik, juga mengalami pemadaman listrik setiap hari.
Karena sebagian besar pembangkit listrik Myanmar bergantung pada tenaga air, musim kemarau akan menjadi tantangan tambahan.