PERHEPI: Jangan Takut Krisis Pangan, Produktivitas Beras di Indonesia Mengalami Kenaikan
Meski ada ancaman krisis pangan akibat naiknya harga bahan makanan namun produktivitas beras di Indonesia justru mengalami kenaikan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski ada ancaman krisis pangan akibat naiknya harga bahan makanan namun produktivitas beras di Indonesia justru mengalami kenaikan.
Hal ini ditandai oleh peningkatan produktivitas dari 5,13 ton per hektare di 2020 menjadi 5,23 ton per hektare di 2021.
"Produktivitas beras pada 2021 mulai pulih. Tahun 2022 ekonomi beras lebih kompleks karena ancaman krisis. Inovasi baru dan perubahan teknologi menjadi amat krusial untuk menjawab tantangan baru ke depan,” kata Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bustanul Arifin dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin (1/8/2022).
Baca juga: Pengakuan Pemilik Tanah Temukan Timbunan Beras Bansos Presiden: Bukan 1 Ton Tapi 1 Kontainer
Bustanul juga sempat meninjau daerah Pandih Batu dan Belanti Siam di Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu, kemajuan pangan yang ada di kedua wilayah tersebut cukup baik. Ini terutama karena ada pendampingan secara reguler oleh Kementerian Pertanian.
Mulai dari memberikan advokasi, penyuluhan, bahkan menyalurkan bantuan benih dan bibit padi serta hortikultura lain. Juga hewan-hewan ternak.
"Saya mengunjungi beberapa spot. Di Kalimantan Tengah yang dibina langsung oleh Kementerian Pertanian, (hasilnya) bagus. Tapi untuk lahan yang sudah “jadi”, di sana sudah stabil," kata Bustanul.
"Di situ bagus. Hasilnya ya memang tidak setinggi di Jawa, tapi produksinya 4 ton hingga 5 ton padi per hektare. Kalau di Jawa kan (produksi padi) 6 ton per hektare. Baru saya kepikiran, jangan-jangan untuk hal seperti itu pendampingan menjadi hampir mutlak,” tambah Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung itu.
Menurut Bustanul, perlu strategi antisipasi dan aneka kebijakan ketahanan pangan ke depan. Dalam jangka menengah, kata dia, dibutuhkan pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai nilai pangan, serta kerja sama Quadruple Helix ABGC.
Sebagai informasi Quadruple Helix merupakan model inovasi yang menekankan pada kerja sama antara empat unsur, yaitu pemerintah daerah/otoritas publik, industri, universitas/sistem pendidikan, dan komunitas masyarakat/pengguna.
Baca juga: Heboh! Sembako Bantuan Presiden 1 Kontainer Ditimbun di Lapangan Depok, Beras dan Terigu Sudah Busuk
Sementara itu Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Edi Santosa mengaku optimistis program Food Estate mampu mendukung Indonesia menjadi lumbung pangan dunia seperti yang dicita-citakan Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian berupaya mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia atau world food storage pada 2045. "(Indonesia sebagai lumbung pangan dunia) sangat mungkin (terwujud), syaratnya harus betul-betul serius," kata Edi. (Willy Widianto)