Yuridiksi Berkelanjutan Butuh Upaya Gotong-royong Bangun Investasi Hijau di Indonesia
Saat ini, para pelaku bisnis dan investor sedang mencari cara untuk mengakses pendanaan pembangunan hijau, seperti dana fiskal domestik.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jurisdiction Collective Action Forum menghadirkan pihak pemerintah dan swasta dalam topik pembahasan seputar gotong-royong membangun masa depan investasi hijau di Indonesia melalui praktik yurisdiksi berkelanjutan.
Praktik pendekatan yurisdiksi yang berkelanjutan merupakan praktik terbaik berbasis bukti dan mengidentifikasi pendekatan umum yang akan menunjukkan cara beroperasi secara efektif dalam memajukan investasi ke dalam yurisdiksi.
Saat ini, para pelaku bisnis dan investor sedang mencari cara untuk mengakses pendanaan pembangunan hijau, seperti dana fiskal domestik, pendanaan konvensional, obligasi hijau atau sukuk hijau, dan dana investasi global yang memberikan modal untuk mengintensifkan produksi komoditas yang berkelanjutan di Indonesia.
Pendekatan yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA) merupakan salah satu prospek untuk mengakselerasi pembiayaan berkelanjutan.
Baca juga: Kadin Soroti Kinerja Ekspor dan Investasi Sektor Perikanan Indonesia yang Masih Relatif Kecil
Kepala Sekretariat LTKL & Koalisi Ekonomi Membumi Gita Syahrani Kepala Sekretariat LTKL & Anggota Koalisi Ekonomi Membumi, Gita Syahrani, mendefinisikan keberlanjutan dari sisi Indonesia yang tidak melulu menekankan tentang lingkungan tapi juga tentang pemenuhan sosial dan pertumbuhan ekonomi.
“Benang merah yang saat ini bisa digunakan adalah pelaku usaha yang ‘ESG Ready’. Komitmen terhadap Environment, Social, and Governance (ESG) untuk pelaku usaha sifatnya kini sudah wajib terpenuhi apabila ingin mendapatkan investasi. Secara konkret, investasi yang sesuai ESG juga menunjukkan tren naik. Hal ini sejalan dengan tren pembelian konsumen, utamanya Gen-Z, yang menginginkan produk dan jasa ramah lingkungan dan ramah sosial (ESG Consious). Dengan potensi keanekaragaman hayati dan hasil hutan bukan kayu, pelaku usaha Indonesia dapat menyediakan ragam opsi produk dan jasa bernilai tambah yang berdampak positif untuk lingkungan, sosial dan ekonomi riil,” kata Gita dalam siaran pers, Selasa (9/8/2022).
Pada saat yang sama, model bisnis di pasar komoditas memiliki orientasi ke arah lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) terus tumbuh selama beberapa tahun terakhir.
Hal ini merupakan situasi yang menggembirakan bagi dunia usaha, regulator, dan lembaga keuangan Indonesia dalam momentum G-20 dan untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan nasional.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi/BKPM, Indra Darmawan, memaparkan Indonesia memiliki komitmen dan target kontribusi terhadap perbaikan iklim dunia, salah satunya melalui pengurangan emisi karbon.
Untuk mendukung itu, pemerintahan tengah mengembangkan 25 indikator dari sektor ekonomi, lingkungan, sosial, dan pemerintahan (ESG) yang dapat dijadikan panduan investasi dalam mencapai keberlanjutan (SIG).
"Upaya pengurangan emisi karbon dilakukan salah satunya melalui program transisi energi berbasis EBT serta pengembangan mobil listrik dan ekosistem pendukungnya seperti industri baterai dalam waktu dekat,” katanya.
Baca juga: Investasi Hijau Jadi Konsep Pemulihan Ekonomi secara Lebih Baik dan Berkelanjutan
Menyadari banyak program yang telah dilakukan di tingkat kabupaten, para pihak berkumpul dan memprakarsai Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF) untuk mempertemukan inisiatif -inisiatif yang telah ada dan dapat didorong untuk dapat memobilisasi pendanaan hijau dan dukungan swasta maupun pemerintah masuk untuk mendukung komitmen bersama pemerintah terhadap agenda iklim dan pembangunan yang berkelanjutan.
Secara holistik, dialog dapat mengidentifikasi tantangan, peluang, dan prioritas di tingkat yurisdiksi untuk mencapai solusi yang terukur.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam yang dibawakan oleh Staf Perencanaan BAPPENAS, Irfan Yananto, tentang mengarustamakan pendekatan yurisdiksi dalam penerapan kebijakan pembangunan berkelanjutan, menjelaskan bahwa pada momentum G20 mendatang, Indonesia akan memperkuat kolaborasi tingkat global dalam mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan.