Pemerintah dan Pemangku Kepentingan Didorong Duduk Bersama Tentukan Peta Jalan IHT
Beberapa pertimbangan di antaranya terkait tenaga kerja, pendapatan, kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian secara berimbang.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB-UB) mendorong pemerintah mempertimbangkan dan berhati-hati dalam pengambilan kebijakan cukai industri hasil tembakau (IHT).
Diketahui PPKE FEB-UB belum lama ini melansir hasil kajian bertajuk “Kenaikan Harga Rokok terhadap Keseimbangan Prioritas Kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia”.
Beberapa pertimbangan di antaranya terkait tenaga kerja, pendapatan, kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian secara berimbang.
“Salah satu rekomendasi kajian kami adalah mendorong pemerintah rembug bersama dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan peta jalan (roadmap) kebijakan yang berkeadilan,” kata Direktur PPKE FEB-UB, Candra Fajri Ananda yang dikutip dari Kontan, Jumat (16/9/2022).
Baca juga: Wujudkan Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tepat Guna, Bea Cukai Temui Pemda
Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyampaikan, keberadaan roadmap IHT diharapkan akan memberikan kepastian berusaha, iklim usaha yang adil, inklusif dan kondusif bagi sepanjang rantai pasok IHT nasional.
“Roadmap IHT nantinya akan mengatur pelbagai aspek, mulai dari tenaga kerja, nafkah petani tembakau dan cengkeh, devisa serta pertumbuhan ekonomi,” kata Henry.
Henry menyebutkan, hambatan untuk kepastian berusaha IHT legal adalah adanya kebijakan cukai yang melemahkan daya saing IHT dan kenaikan cukai yang eksesif serta fluktuatif sehingga tidak ada kepastian usaha.
Henry mencontohkan kebijakan waktu pengumuman Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), kerapkali pada akhir tahun sehingga menyulitkan dalam proses perencanaan bisnis.
“Sangat dibutuhkan perbaikan atas kepastian berusaha, iklim usaha yang adil, inklusif dan kondusif di sepanjang rantai pasok IHT nasional melalui roadmap IHT yang berkeadilan dan komprehensif. Hal ini mendesak untuk memberikan ekosistem IHT yang kondusif dan mempertahankan kedaulatan bangsa terhadap intervensi kelompok anti tembakau global,” tutur Henry.
Adapun Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Perekenomian RI, Satya Bhakti Parikesit menyambut baik. Salah satu poin, yakni adanya roadmap juga menjadi perhatian dirinya.
Menurut Satya Bhakti, adanya roadmap IHT akan memberikan gambaran yang jelas mulai tarif cukai, struktur, dan seterusnya.
“Dengan roadmap ini sangat penting agar tiap tahun kita tidak perlu berdebat berapa tarif cukai ke depan. Selain itu, ketika menetapkan arah kebijakan IHT, kita melihat dampak yang paling minimal dari tenaga kerja ini,” katanya.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman mengatakan, saat ini Kemenko Perekonomian sedang menyusun draf rancangan Peraturan Presiden tentang roadmap IHT sebagaimana arahan presiden Jokow, di mana pembahasan roadmap melibatkan lintas kementerian/lembaga.
Baca juga: Empat Aspek Ini Jadi Pertimbangan Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok
“Saat ini kami pada posisi membicarakan tentang mata rantai pasok dari petani tembakau (Kementerian Pertanian), dari sisi mata rantai pasok industri (Kementerian Perindustrian), ada penerimaan negara, aspek kesehatan. Draf ini sebagai pengganti roadmap yang dianulir oleh Mahkamah Agung beberapa waktu lalu,” ujar Atong Soekirman.
Atong mengungkapkan, di dalam perumusan roadmap IHT, pihaknya mencoba untuk menemukan titik keseimbangan antara kepentingan-kepentingan agar industri tetap tumbuh, termasuk mengakomodir kepentingan kesehatan, yaitu menurunkan prevalensi merokok untuk anak usia 10 - 18 tahun.
“Memang banyak pro kontra yang menghalangi tumbuh kembangnya industri hasil tembakau ini. Mulai dari presiden, Menteri Sekretaris Negara, dan ke Kemenko Perekonomian juga. Memang pro kontra itu cukup berimbang. Kami berusaha mencoba agar ada titik keseimbangan antara dua pihak,” terangnya.
Atong menyadari bahwa menaikkan tarif cukai hasil tembakau setinggi-tingginya punya dampak pengganda (multiplier effect). Pasalnya, jika dikenakan tarif tinggi itu bukan berarti penerimaan negara tinggi. Dampaknya, akan makin terbuka pasar rokok ilegal mengingat konsumsi rokok akan tetap. Sementara pembayar cukai jikalau tinggi mereka akan lari ke rokok ilegal. (Tendi Mahadi/Kontan)