Menko Perekonomian: Tren Inflasi Indonesia Masih di Bawah 5 Persen
Inflasi di berbagai negara belahan dunia mengalami kenaikan signifikan akibat krisis pangan dan energi.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut di tengah upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Menurutnya, inflasi di berbagai negara belahan dunia mengalami kenaikan signifikan akibat krisis pangan dan energi.
“Amerika Serikat ke 8,3 persen, Uni Eropa 9 persen, Inggris 10 persen dan Jerman 7,9 persen sedangkan Indonesia di bulan Juli 2022 masih 4,69 persen (di bawah 5 persen,” kata Airlangga, dikutip Selasa (20/9/2022).
Ketum Golkar itu juga menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus menunjukkan tren positifz
Itu terlihat dari tingkat kemiskinan dan pengangguran yang menurun dan diiringi situasi sosial masyarakat yang membaik.
“Neraca perdagangan surplus 28 bulan berturut-turut dan ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam penanganan ekonominya berada dalam jalur yang tepat,” kata Menko Airlangga
“Di bulan Agustus 2022, neraca perdagangan masih surplus di 5.76 miliar dolar AS dan sektor non migas menjadi kunci utama,” sambungnya.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyampaikan dengan capaian kuartal II pada 2022 tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang mencatatkan angkat di atas 5 persen.
Baca juga: Inflasi Amerika Melonjak, The Fed Diprediksi Bakal Naikkan Suku Bunga Hingga 100 Basis Poin
"Kalo kami sendiri untuk 2022 masih prediksi ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5,17 persen," ujarnya.
Faisal mengungkapkan surplus perdagangan lebih besar dari perkiraan, bahkan terbesar dalam empat bulan.
Surplus perdagangan Indonesia pada 22 Agustus menjadi 5,76 miliar dolar AS (vs 4,22 miliar dolar AS pada 22 Juli).
Baca juga: Bank Indonesia Prediksi Inflasi September 2022 Tembus 1,09 Persen, Ini Penyebabnya
Pada delapan bulan pertama tahun ini, neraca perdagangan mencatat surplus 34,92 miliar dolar AS, lebih besar dari surplus pada periode yang sama 2021 sebesar 20,71 miliar dolar AS.
"Kami masih melihat bahwa surplus perdagangan cenderung menyempit ke depan. Kami berharap impor dapat mengimbangi ekspor seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi domestik," terangnya.