Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Biaya Hidup Makin Mencekik, Warga Inggris Banyak Mengeluh, Jumlah PSK Meningkat

Hasil riset perusahaan penelitian pasar NielsenQ menunjukkan, 57 persen warga Inggris terkena dampak krisis biaya hidup

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Biaya Hidup Makin Mencekik, Warga Inggris Banyak Mengeluh, Jumlah PSK Meningkat
AFP/Getty Images
Jutaan warga Inggris kini menghadapi krisis biaya hidup yang mencekik, mengikuti kenaikan harga dan tagihan energi hingga inflasi yang tinggi. 

 
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
 
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Jutaan warga Inggris kini menghadapi krisis biaya hidup yang mencekik, mengikuti kenaikan harga dan tagihan energi hingga inflasi yang tinggi.

Hasil riset perusahaan penelitian pasar NielsenQ menunjukkan, 57 persen warga Inggris terkena dampak krisis biaya hidup dan diperkirakan akan meningkat menjadi 76 persen dalam kurun waktu tiga bulan.

Warga Inggris menghadapi inflasi yang mencapai 9,9 persen pada Agustus, dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut tahun ini, yang sebagian besar didorong oleh lonjakan harga energi, menurut data dari Reuters.

Krisis biaya hidup ini membuat warga Inggris menghemat pengeluaran agar dapat membayar tagihan energi mereka. Berikut ini beberapa dampak dari krisis biaya hidup yang sedang melanda Inggris:

1. Rela lapar demi bayar tagihan energi

Hampir 11 juta orang di Inggris menunggak tagihan mereka, sedangkan 5 juta lainnya memilih tidak makan, menurut sebuah penelitian baru yang mengungkapkan orang Inggris "melewatkan makan hanya untuk menyalakan lampu".

Menurut laporan Money Advice Trust diperkirakan 20 persen orang dewasa atau 10,9 juta orang, menunggak tagihan rumah tangga. Angka ini naik 3 juta orang sejak bulan Maret.

BERITA REKOMENDASI

Dalam laporan tersebut menyebutkan, sekitar 5,6 juta warga Inggris telah mengurangi pengeluaran makan mereka dalam tiga bulan terakhir akibat krisis biaya hidup.

Baca juga: Jutaan Warga Terdampak Inflasi, Pemerintah Jerman Gelontorkan Paket Bantuan Senilai 13 Miliar Euro

Ini termasuk melewatkan makan, makan sekali sehari atau tidak makan sama sekali untuk beberapa hari.

“Banyak rumah tangga sudah menghadapi pilihan yang tidak mungkin, seperti (memilih) makan mana yang harus dilewati hanya untuk menyalakan lampu,” kata kepala eksekutif Money Advice Trust, Joanna Elson, yang dikutip dari The Guardian.

2. Pemilik usaha kecil berjuang di tengah krisis biaya hidup

Sama seperti pada waktu pandemi Covid-19, peningkatan biaya hidup ditambah kenaikan 80 persen harga energi telah mengguncang pemilik usaha kecil di Inggris.

Salah satunya seorang koki bernama Harriet Mansell pemilik restoran di kota tepi pantai Lyme Regis, yang mengaku memiliki utang kartu kredit sebesar 30 ribu poundsterling atau senilai 34,791 ribu euro.

Baca juga: India Larang Ekspor Beras, Inflasi Pangan Bisa Meroket, Waspadai Dampaknya ke Indonesia

Dia juga mengaku belum mampu membayar pajaknya setiap bulan, karena dia berusaha membayar upah karyawannya. Jumlah pesanan online restoran menurun, dan pelanggan dikhawatirkan tidak akan datang jika harga menu makanan dinaikkan, kata Mansell.

Melansir dari Euro News, kesulitan bisnis kecil adalah masalah di seluruh Inggris, dengan beberapa badan amal memperingatkan bahwa krisis biaya hidup akan bertambah buruk.

Pemilik butik fashion bergaya Hollywood kuno "Deadly is the Female" yang terletak di Somerset, Inggris, Claudia Adrianna juga mengeluhkan hal yang sama.

Sejak bisnisnya diluncurkan pada akhir tahun 2008, bisnisnya telah melewati beberapa kesulitan namun dia tidak pernah melihat krisis seperti ini sebelumnya.

3. Pinjaman biaya hidup mahasiswa di Universitas Inggris meningkat

Pemerintah Inggris didesak untuk tidak melupakan mahasiswa dalam krisis biaya hidup. Universitas-universitas di negara itu melaporkan semakin banyak mahasiswa yang meminta bantuan mereka untuk mengatasi masalah keuangan.

Dikutip dari The Guardian, Russell Group, asosiasi 24 universitas terkemuka di Inggris, mengungkapkan pinjaman biaya hidup rata-rata mahasiswa saat ini mencapai 439 poundsterling setiap bulan, naik dari 340 poundsterling di tahun lalu.

Survei Uang Pelajar Nasional 2022, yang dilakukan situs web yang memberi saran siswa mengenai cara menghasilkan uang yaitu Save the Student, menemukan 82 persen mahasiswa mengaku khawatir bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup, naik dari 76 persen tahun lalu.

Seorang mahasiswa tahun kedua di University of Chichester mengatakan kepada jajak pendapat tersebut, dia mengalami kesulitan karena biaya hidup telah naik.

"Dengan harga segala sesuatu yang naik sekarang, saya merasa sulit untuk tetap positif dalam hidup," ujar mahasiswa tersebut.

Sementara seorang mahasiswa tahun pertama di University of Surrey mengatakan dia rela tidak makan agar bisa membayar uang sewa tempat tinggal.

Pinjaman yang dapat diakses mahasiswa untuk mendukung biaya hidup meningkat 2,3 persen untuk periode 2022/2023, menurut Russell Group.

“Ketika pemerintah menetapkan anggaran daruratnya untuk membantu mereka yang berjuang dengan krisis biaya hidup, sangat penting untuk tidak melupakan mahasiswa dalam pembicaraan tersebut," kata kepala eksekutif Russell Group, Dr Tim Bradshaw.

4. Krisis biaya hidup giring banyak perempuan jadi PSK

Dengan inflasi yang mencapai rekor tertinggi, ditambah kenaikan harga dan tagihan energi, jumlah perempuan di Inggris yang terjun ke bisnis prostitusi naik 1/3 pada musim panas ini, menurut English Collective of Prostitution (ECP).

"Krisis biaya hidup sekarang mendorong wanita menjadi pekerja seks dengan berbagai cara, apakah itu di jalan, di tempat atau online. Secara keseluruhan apa yang kami lihat adalah orang-orang datang ke pekerjaan itu dari tempat yang putus asa," kata juru bicara ECP Niki Adams, yang dikutip dari Sky News.

Menurut Adams, krisis biaya hidup saat ini telah memaksa banyak orang terjun ke bisnis prostitusi untuk pertama kalinya. Bahkan orang-orang yang sebelumnya berhenti, terpaksa kembali ke bisnis itu untuk menyambung hidup, tambah Adams.

Adams juga mengatakan, beberapa pekerja seks komersial bahkan dipaksa berhubungan badan "tanpa alat kontrasepsi" oleh kliennya.

"Beberapa wanita diharapkan untuk memberikan seks tanpa perlindungan. Klien tahu mereka berada dalam posisi di mana mereka tidak bisa mengatakan tidak, jadi beberapa premis mendorong wanita ke dalam situasi itu," ujar Adams.

Selain itu, para pelaku bisnis ini yang menawarkan jasanya melalui layanan berlangganan seperti OnlyFans, juga mendapat ancaman berupa pemerasan dan penguntitan, menurut ECP.

Salah satunya seorang wanita berusia awal 20-an yang berasal dari Kent, Inggris, yang diceritakan Adams mengalami penguntitan dari seorang pria yang menemukan akun Facebook-nya.

"Dia membuat OnlyFans dan telah bekerja selama beberapa bulan, mulai membuat profil untuk dirinya sendiri, ketika dia menjadi sasaran oleh seorang pria yang mulai melecehkannya, Dia berhasil menemukan halaman Facebook pribadi yang dia miliki dan menjadi penguntit yang sangat serius," ungkap Adams.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas