Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Likuiditas Longgar, Bank Butuh Dua Kuartal untuk Sesuaikan Suku Bunga

ndustri perbankan membutuhkan waktu cukup lama untuk menyesuaikan bunga simpanan dan suku bunga kreditnya terhadap kenaikan bunga acuan 50 basis poin.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Likuiditas Longgar, Bank Butuh Dua Kuartal untuk Sesuaikan Suku Bunga
TRIBUN/HO
Teller Bank DKI melayani nasabah di salah satu cabang di Jakarta (30/4/2022). Bank Indonesia (BI) menyatakan, industri perbankan membutuhkan waktu cukup lama untuk menyesuaikan bunga simpanan dan suku bunga kreditnya terhadap kenaikan bunga acuan sebesar 50 basis poin yang diumumkan BI, Kamis 22 September 2022 kemarin. 

Secara global, beberapa sentimen lain seperti kebijakan net zero Covid-19 di China juga mempengaruhi pasar Asia. China banyak melakukan lockdown di beberapa daerah sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu itu.

“Pertumbuhan ekonomi China yang melambat, ditambah masalah geopolitik Rusia dan Ukraina juga perlu menjadi perhatian, karena bisa menyebabkan masalah pasokan,” kata dia.

Head of Trading Treasury and Market, DBS Bank Ronny Setiawan mengatakan The Fed masih akan berpotensi menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun hingga 4,5 persen.

Dia mengatakan, di pasar global Indeks S&P 500 seluruhnya sudah mengalami penurunan kecuali sektor energi.

“IHSG kita konsentrasinya banyak di komoditi dan perbankan. Jadi, so far kalau kita lihat, IHSG kita positif ya, dan belum ada dampak dari kenaikan suku bunga The Fed. Ekonominya kita tidak buruk ya, selama GDP-nya positif jadi sebenarnya orang masih menghasilkan profit,” kata dia.

Dana Asing

Pemerintah mewaspadai kemungkinan risiko keluarnya dana asing atau capital outflow usai Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin.

Berita Rekomendasi

"Kita tetap harus waspada terhadap kemungkinan gejolak dari capital outflow itu karena kenaikan suku bunga yang sangat hawkis," kata Sri Mulyani.

Namun, Sri Mulyani optimistis perekonomian Indonesia masih cukup baik menghadapi kenaikan suku bunga The Fed, seiring neraca perdagangan yang masih surplus dan juga cadangan devisa yang relatif stabil.

Menurutnya, sikap waspada bukan hanya dilakukan Indonesia saja tetapi negara berkembang lainnya.

"Sebetulnya dinamika dari capital outflow dengan pengumuman dari mulai normalisasi, atau yang disebut kenaikan suku bunga yang kemudian menimbulkan dampak. Itu sudah mulai terjadi selama ini. Tahun 2022 ini sebetulnya capital outflow dari emerging country sudah sangat terjadi dan bahkan cukup dramatis," ujar Sri Mulyani.

Hal tersebut menyebabkan banyak negara yang pembiayaannya akan sulit atau pengelolaan utangnya.

Bahkan International Monetary Fund (IMF) memperkirakan bahwa 60 negara akan menghadapi kesulitan di dalam pembiayaan utang.

Dengan kebijakan yang diambil oleh The Fed, Sri Mulyani menyarankan untuk negara-negara berkembang memperkuat resiliensi untuk menghadapi risiko capital outflow.

"Walaupun sudah disampaikan berkali-kali, proyeksi terhadap The Fed yang akan diperkirakan suku bunganya bisa mencapai di atas 4 persen tahun depan sudah dimasukkan di dalam perkiraan dinamika dari capital outflow," katanya.(Tribun Network/ism/van/ktn/kps/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas