Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dunia Dilanda Krisis Utang Serius, Nasib 54 Negara Semakin Terancam, Penghapusan Utang Jadi Solusi?

UNDP memperingatkan 54 negara berkembang akan terancam mengalami krisis utang serius imbas ketidakpastian ekonomi global

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
zoom-in Dunia Dilanda Krisis Utang Serius, Nasib 54 Negara Semakin Terancam, Penghapusan Utang Jadi Solusi?
kafkadesk.org
ILUSTRASI. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memperingatkan 54 negara berkembang akan terancam mengalami krisis utang serius imbas ketidakpastian ekonomi global 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memperingatkan 54 negara berkembang akan terancam mengalami krisis utang serius imbas ketidakpastian ekonomi global, Selasa (11/10/2022).

Dalam laporannya yang berjudul "Avoiding Too Little Too Late on International Debt Relief'" UNDP mengungkap risiko kemiskinan yang mengerikan dapat melanda lusinan negara berkembang, apabila penghapusan utang negara berkembang ini tidak segera dilakukan.

Mengingat negara yang terkena dampak krisis utang merupakan negara yang paling rentan terhadap iklim ekonomi dunia.

“Krisis utang yang serius sedang berlangsung di negara berkembang, dan kemungkinan memburuknya prospek tinggi," jelas laporan UNDP yang dikutip dari Reuters.

Baca juga: Krisis Pangan di Tunisia: Bahan Pokok Langka, Pemerintah Salahkan Perang Ukraina

Pernyataan ini diungkap UNDP, setelah sebelumnya Bank dunia dan IMF menyatakan bahwa negara – negara berkembang di dunia berpotensi besar dilandakrisis utang. Masalah utang mulai muncul jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Namun usai perang Rusia dan Ukraina pecah, kondisi ekonomi global kian terguncang akibat lonjakan harga pangan dan energi, hingga yield obligasi di sejumlah negara melonjak tajam termasuk AS.

Berita Rekomendasi

Kondisi ini yang kemudian membuat 19 negara berkembang harus menutup pasar pinjaman karena menghadapi tekanan ekonomi yang konvergen dan merasa tidak mungkin untuk membayar kembali utang mereka atau mengakses pembiayaan baru.

Baca juga: Jokowi Beberkan Resep Pemerintah Kendalikan Inflasi Meskipun Harga BBM Naik

Sementara itu, kepala ekonom UNDP George Gray Molina mengatakan sepertiga dari 54 negara berkembang saat ini telah diberi label sebagai "risiko substansial, sangat spekulatif, atau gagal bayar".

Label tersebut diberikan setelah utang dari negara – negara berkembang tersebut kian membengkak diantaranya seperti Sri Lanka, Pakistan, Tunisia, Chad, dan Zambia.

UNDP menilai penghapusan utang menjadi solusi paling tepat untuk menghindari ancaman yang lebih serius bagi pemulihan ekonomi dunia. Tanpa restrukturisasi utang yang efektif, angka kemiskinan diprediksi dapat meningkat.

Belum diketahui kapan rencana tersebut akan direalisasikan, akan tetapi pekan ini para menteri keuangan G20 akan melangsungkan pertemuan di Washington untuk melakukan pembicaraan mengenai usulan penghapusan utang dari Achim Steiner, administrator UNDP.

Dimana usulan penghapusan utang tersebut akan difokuskan pada bidang-bidang utama, seperti analisis keberlanjutan utang, koordinasi kreditur swasta, dan penggunaan klausul utang kontinjensi negara yang menargetkan ketahanan ekonomi dan fiskal di masa depan, guna memberikan ruang bernapas selama krisis melanda.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas