Awas Resesi! IMF Pangkas Prospek Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,7 Persen
IMF mengungkapkan pertumbuhan PDB global tahun 2023 akan melambat menjadi 2,7 persen, turun dari perkiraan
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan global untuk tahun 2023 karena adanya tekanan ekonomi yang disebabkan oleh perang di Ukraina, tingginya harga energi dan pangan, serta suku bunga yang naik secara tajam.
IMF memperingatkan pada Selasa (11/10/2022) kemarin, kondisi ekonomi global dapat memburuk secara signifikan pada tahun depan, dan mengatakan pihaknya memperkirakan lebih dari sepertiga ekonomi dunia akan berkontraksi.
"Tiga ekonomi terbesar - Amerika Serikat, China dan kawasan euro - akan terus terhenti. Singkatnya, yang terburuk belum datang, dan bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi," kata kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, yang dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Dunia Hadapi Resesi, Indonesia Diuntungkan Ekspor Tambang dan Sawit, Apa Antisipasi Investor?
Dalam World Economic Outlook, IMF mengungkapkan pertumbuhan PDB global tahun 2023 akan melambat menjadi 2,7 persen, turun dari perkiraan sebelumnya yaitu 2,9 persen.
Penurunan ini dipicu karena suku bunga yang lebih tinggi memperlambat ekonomi Amerika Serikat, sementara Eropa harus berjuang dengan lonjakan harga gas dan China yang berusaha pulih dari pandemi Covid-19 yang berkelanjutan dan melemahnya sektor properti.
Namun IMF mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini pada 3,2 persen, setelah pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 mencapai 6 persen.
Pertumbuhan ekonomi AS tahun ini diproyeksikan hanya mencapai 1,6 persen, penurunan 0,7 poin presentase dari bulan Juli. Penurunan tersebut mencerminkan kontraksi PDB di kuartal kedua tahun ini yang tidak terduga. IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS tahun 2023 yang tidak berubah pada 1 persen.
Pertumbuhan ekonomi zona euro diperkirakan turun 0,5 persen tahun depan karena melonjaknya harga energi, dengan beberapa ekonomi utama, termasuk Jerman dan Italia, memasuki resesi teknis.
Gourinchas mengatakan pergeseran "geopolitik dalam pasokan energi" di Eropa akan "luas dan permanen", sehingga harga energi yang tinggi akan bertahan dengan waktu yang cukup lama.
Baca juga: Sejumlah Tokoh Ekonomi Dunia Ungkap Resesi Global akan Segera Tiba, Begini Proyeksinya
Mengenai gejolak pasar yang terjadi di Inggris setelah pasar keuangan menegur pemotongan pajak yang diusulkan pemerintah baru, Gourinchas mengatakan kebijakan fiskal Inggris perlu sejalan dengan tujuan pengendalian inflasi bank sentral.
Kesehatan ekonomi global di masa depan "bergantung secara kritis" pada keberhasilan kalibrasi kebijakan moneter, terjadinya perang di Ukraina dan kemungkinan gangguan pada sisi permintaan terkait pandemi lebih lanjut.
Masa depan ekonomi, katanya, tunduk pada tindakan penyeimbangan yang rumit oleh bank sentral untuk melawan inflasi tanpa pengetatan berlebihan, yang dapat mendorong ekonomi global ke dalam "resesi parah yang tidak perlu" dan menyebabkan gangguan pada pasar keuangan dan penderitaan bagi negara-negara berkembang.
“Kredibilitas bank sentral yang diperoleh dengan susah payah dapat dirusak jika mereka salah menilai lagi kegigihan inflasi yang membandel. Ini akan terbukti jauh lebih merusak stabilitas ekonomi makro di masa depan,” kata Gourinchas.
Baca juga: CEO JPMorgan Peringatkan Resesi Global Akan Tiba Pertengahan Tahun 2023
Sejauh ini, tekanan harga terbukti "cukup keras kepala dan menjadi sumber perhatian utama bagi pembuat kebijakan", kata IMF, seraya menambahkan mereka memperkirakan inflasi global akan mencapai puncaknya pada akhir tahun 2022 pada 9,5 persen. Dan diperkirakan turun menjadi 4,1 persen pada tahun 2024.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi global dipicu oleh lonjakan 30 persen harga minyak dari level saat ini, penurunan tajam dalam investasi sektor properti China, pengetatan tajam kebijakan keuangan yang disebabkan oleh depresiasi mata uang di pasar negara berkembang dan pasar tenaga kerja, kata IMF.
IMF mengatakan kemungkinan 25 persen pertumbuhan global jatuh di bawah 2 persen pada tahun 2023, sebuah fenomena yang hanya terjadi lima kali sejak tahun 1970. Diperkirakan ada kemungkinan lebih dari 10 persen dari kontraksi PDB global.
Guncangan ini dapat membuat inflasi meningkat lebih lama, yang dapat memperkuat dolar AS, yang sekarang berada pada level terkuatnya sejak awal 2000-an.
IMF mengatakan kekuatan dolar AS menekan pasar negara berkembang dan dapat meningkatkan kemungkinan tekanan utang untuk beberapa negara. Namun Gourinchas mengatakan kekuatan dolar AS saat ini merupakan hasil dari kekuatan "ekonomi yang fundamental", termasuk pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di AS.
Baca juga: Sejumlah Tokoh Ekonomi Dunia Ungkap Resesi Global akan Segera Tiba, Begini Proyeksinya
Outlook Ekonomi Dunia dirilis ketika IMF dan Bank Dunia memulai pertemuan tahunan pertama mereka dalam tiga tahun. Penghapusan utang pasar negara berkembang diharapkan menjadi topik utama diskusi dalam pertemuan yang diadakan di Washington. Gourinchas mengatakan sekaranglah waktunya bagi pasar negara berkembang untuk “memperketat lubang” untuk mempersiapkan kondisi yang lebih sulit.
Kebijakan yang tepat untuk sebagian besar negara berkembang adalah memprioritaskan kebijakan moneter untuk stabilitas harga, dan “menghemat cadangan devisa yang berharga ketika kondisi keuangan benar-benar memburuk”, saran Gourinchas.