Joe Biden: Tidak Ada Resesi, Amerika Serikat Dalam Posisi Lebih Baik Dibanding Negara Besar Lainnya
Para ahli keuangan sering melontarkan prediksi mengenai kondisi ekonomi AS, namun prediksi mereka belum terjadi.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyakini negaranya tidak akan masuk ke dalam resesi dalam waktu dekat ini, sebagaimana disampaikan sejumlah pihak.
Biden memperkirakan jika resesi benar terjadi di AS, maka penurunan ekonomi akan sangat kecil.
“Saya tidak berpikir akan ada resesi. Jika ya, itu akan menjadi resesi yang sangat kecil. Lihat, itu mungkin. Saya tidak mengantisipasinya,” kata Presiden AS ke-46 ini, yang dikutip dari Washington Post.
Pernyataan Biden datang ketika Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan prospeknya untuk pertumbuhan ekonomi global dan memperingatkan adanya 'awan badai', yang mencakup inflasi tinggi, dampak dari perang Rusia-Ukraina dan perlambatan pasar properti China yang mempengaruhi ekonomi global.
Baca juga: IMF Prediksi Dua Negara G7 Ini Masuk Jurang Resesi di 2023
Kepala Eksekutif bank investasi JPMorgan Chase, Jamie Dimon, juga mengatakan bahwa AS kemungkinan akan memasuki resesi dalam "enam hingga sembilan bulan dari sekarang", meskipun saat ini "sebenarnya masih baik-baik saja".
Resesi secara teknis didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi ke zona negatif dalam dua kuartal atau enam bulan berturut-turut.
Namun Biro Riset Ekonomi Nasional, yang berperan sebagai "wasit utama" dalam menentukan kapan resesi di AS akan dimulai dan berakhir, masih mencari tanda-tanda lain seperti penurunan "signifikan" di seluruh indikator perekonomian, termasuk data tenaga kerja, pengeluaran konsumen, dan faktor lainnya.
Biden mengatakan para ahli keuangan sering melontarkan prediksi mengenai kondisi ekonomi AS, namun prediksi mereka "belum terjadi".
Menurutnya, kondisi AS jauh lebih baik daripada negara besar lainnya di dunia.
“Kami berada dalam posisi yang lebih baik daripada negara besar lainnya di dunia, secara ekonomi dan politik," ujarnya.
Ketika angin kencang menerbangkan isu-isu mengenai kondisi ekonomi global, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat dari 6 persen di tahun 2021, menjadi 3,2 persen di tahun 2022, dan 2,7 persen di tahun 2023.
"Tiga ekonomi terbesar, Amerika Serikat, Cina dan kawasan euro, akan terus terhenti. Singkatnya, yang terburuk belum datang, dan bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi," kata Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, pada Selasa (11/10/2022) lalu.
Gourinchas mengatakan negara-negara yang menyumbang sepertiga dari produksi dunia diperkirakan akan "berkontraksi" tahun ini atau tahun depan. Di Amerika Serikat sendiri, kenaikan suku bunga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi menjadi 1 persen pada 2023, turun dari 1,6 persen pada tahun ini, tulis Gourinchas dalam tweetnya.
Biden mengaku dia mengetahui banyak penduduk AS khawatir dengan kenaikan biaya energi serta obat-obatan, dan ekonomi akan menjadi fokus utama dalam pemilihan paruh waktu yang diadakan bulan November mendatang.
Menanggapi komentar Joe Biden dalam wawancara pada Selasa lalu, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre pada Rabu (12/10/2022), menyampaikan Biden ingin rakyat AS "tahu ketahanan Amerika dan karena rencana ekonomi presiden yang telah kita lihat selama 20 bulan terakhir, kita berada dalam posisi yang lebih kuat daripada negara lain manapun untuk menavigasi tantangan global ini. kita lihat di depan kita".
Baca juga: Inggris Diambang Resesi Setelah Ekonomi Negaranya Menyusut 0,3 Persen pada Agustus 2022
Pertumbuhan lapangan kerja AS melambat di bulan September, sebuah tanda bahwa pasar tenaga kerja AS mungkin mulai mendingin dari "puncaknya" di awal tahun ini.
Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) juga telah menaikkan suku bunga sejak bulan Maret, bergerak dengan kecepatan yang agresif untuk mengekang inflasi dan menyeimbangkan ekonomi.
Beberapa ahli keuangan telah memperingatkan resesi dan kesulitan keuangan akan menghantam "keluarga dan bisnis" Amerika Serikat.