Turki Terus Pangkas Suku Bunga Meski Inflasi September Melejit Hingga 83 Persen
Bank sentral Turki memangkas suku bunga utamanya sebesar 150 basis poin meskipun inflasi negara itu mencapai lebih dari 83 persen
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Namun Erdogan tetap bertekad menurunkan suku bunga Turki menjadi satu digit pada akhir tahun ini.
“Pertempuran terbesar saya adalah melawan bunga. Musuh terbesar saya adalah minat. Kami turunkan suku bunga menjadi 12 persen. Apa itu cukup? Ini tidak cukup. Ini perlu diturunkan lebih jauh,” kata Presiden dalam sebuah acara di akhir bulan lalu.
Baca juga: Gagal Kendalikan Inflasi AS, Biden Terancam Kalah Dalam Pemilu Paruh Waktu 2022
Bank Sentral Turki mengisyaratkan akan melakukan penurunan suku bunga lain pada November, yang kemungkinan akan menjadi pemangkasan terakhir, dengan mengatakan kondisi keuangan harus tetap "mendukung" pertumbuhan di tengah lingkungan permintaan yang melemah.
Bank Sentral Turki menambahkan, permintaan asing yang melambat dan tekanan pada industri manufaktur sedang "dimonitor secara ketat" dan "opsi kebijakan kredit, agunan dan likuiditas akan terus diterapkan".
“Komite mengevaluasi mengambil langkah serupa dalam pertemuan berikutnya dan mengakhiri siklus penurunan suku bunga,” kata Bank Sentral Turki.
Ekonom senior pasar berkembang di Capital Economics yang berbasis di London, Liam Peach menganggap langkah untuk menurunkan suku bunga ketika inflasi begitu tinggi "bukanlah hal yang benar".
“Panduan ini tampaknya merupakan pengakuan bahwa menurunkan suku bunga bukanlah hal yang benar untuk dilakukan ketika inflasi begitu tinggi. Tetapi pada saat yang sama, suku bunga akan menjadi 9% dan memenuhi keinginan Presiden Erdogan untuk menurunkan suku bunga menjadi satu digit,” kata Peach.
Baca juga: Inflasi Jepang Capai 3 Persen di September, Tertinggi Sejak 2014
Sementara itu, “para pembuat kebijakan akan terus mengejar ‘model ekonomi baru’ mereka yang berfokus pada ‘lira-isasi’ sebagai salah satu saluran utama untuk menurunkan inflasi secara berkelanjutan", ungkap Peach.
Tapi “satu ancaman utama tetap lira,” tambah Peach, mencatat mata uang Turki tetap stabil di sekitar 18,6 terhadap dolar AS.
“Risiko menjadi semakin condong ke penurunan besar lebih lanjut dalam mata uang mengingat tingkat inflasi Turki yang tinggi, melebarnya surplus transaksi berjalan (5% dari PDB pada Agustus) dan latar belakang pengetatan kondisi pembiayaan eksternal,” pungkasnya.