MSCI Emerging Markets Index Isyaratkan Pendapatan Perusahaan Merosot Lebih Cepat
Kondisi ekonomi diprediksi lebih buruk bagi investor di pasar berkembang berdasarkan data MSCI Emerging Markets Index.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, LONCON - Sinyal penilaian ekuitas menunjukkan keadaan ekonomi akan menjadi lebih buruk bagi investor di pasar berkembang berdasarkan data MSCI Emerging Markets Index.
Dikutip dari Bloomberg, rasio harga-pendapatan atau price earning ratio (PER) dari benchmark MSCI Emerging Markets Index, yang didasarkan pada laba perusahaan dalam 12 bulan, telah turun di bawah rasio harga-pendapatan berdasarkan estimasi pendapatan untuk 12 bulan.
Ini menunjukkan bahwa analis memperkirakan pendapatan perusahaan turun lebih cepat di masa depan daripada saat ini.
MSCI Emerging Markets Index digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan di negara-negara berkembang di seluruh dunia.
Indeks tersebut melacak saham-saham berkapitalisasi menengah dan besar di 25 negara.
Sementara Price Earning Ratio (PER) adalah perbandingan Earning per Share (EPS) dengan Market Price per Share terhadap pertumbuhan pendapatan.
Perusahaan harus menggunakan PER agar investor dapat mempertimbangkan pembelian saham.
"Ini mungkin memberi tahu kita bahwa kita berada pada titik belok, yang menjadi cerminan dari fakta bahwa imbal hasil meningkat begitu cepat pada saat kecemasan resesi semakin mengkhawatirkan investor," kata kepala ekonom di Gemcorp Capital Manajemen Ltd di London, Simon Quijano-Evans.
Baca juga: Perdana Menteri Rishi Sunak Janji Bawa Inggris Keluar dari Krisis Ekonomi
Quijano-Evans menambahkan, meski perkiraan pendapatan perusahaan di pasar berkembang meningkat lagi, namun "perlu melihat ketenangan dalam sikap hawkish Federal Reserve dan ketenangan dalam dolar AS."
Analis telah mengurangi proyeksi rata-rata mereka untuk keuntungan di perusahaan pasar berkembang hampir 16 persen di tahun ini, meskipun pendapatan aktual hanya turun 3,8 persen. Ini telah mendorong trailing P/E menjadi 9,55 kali dibandingkan dengan forward P/E sebesar 10,1 kali.
“Estimasi pendapatan di pasar negara berkembang berada di bawah tekanan dari permintaan global yang lebih lemah dan inflasi biaya input yang lebih sulit untuk diterapkan dalam lingkungan permintaan yang lebih lemah itu,” kata ahli strategi di Tellimer di Dubai, Hasnain Malik.
Baca juga: Uni Eropa Hadapi Krisis Ekonomi, Warga Kurangi Pengeluaran Kebutuhan Pokok
Indeks MSCI EM telah jatuh 31 persen sepanjang tahun ini, dengan kinerja di bawah negara maju turun 18 persen, yang dipicu oleh dolar AS yang kuat, inflasi yang tinggi, dan pertumbuhan yang melambat telah mengurangi daya tarik ekuitas negara berkembang di mata investor.
Musim pendapatan telah memanas secara global, dengan sekitar 687 dari 1.193 perusahaan yang terdapat dalam indeks MSCI EM sudah melaporkan pendapatan, dan 46 persen membukukan laporan yang mengecewakan, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg.
Revisi pendapatan di pasar negara berkembang akan mengalami perubahan tajam jika dolar AS segera memuncak, menurut ahli strategi di Credit Suisse Group AS, yang mengatakan konsolidasi dalam greenback akan bertahan lama.
Baca juga: Bank Pembangunan Asia Siap Beri Bantuan untuk Atasi Krisis Ekonomi Sri Lanka
Pasar negara berkembang akan berkinerja baik ketika dolar AS melemah, kata para ahli strategi di Credit Suisse Group AS dalam sebuah laporan yang diterbitkan Jumat (28/10/2022).
Kilas Balik Krisis
Pada Oktober 2008, pasar saham menghentikan kekalahannya terhadap krisis keuangan dan tetap berombak selama lima bulan. Pasar saham memulai reli lebih dari 150 persen pada Maret 2009 hingga Mei 2011.
Investor mungkin memperdebatkan apakah anomali valuasi dapat bertindak sebagai indikator penurunan pasar seperti yang terjadi pada 2008.
Namun, mereka akan sadar oleh kurangnya stimulus Federal Reserve AS (The Fed) saat ini.
"Hari ini sangat berbeda dari 2008. Pada 2008, material dan energi mewakili hampir 30 persen dari indeks. Hari ini, angka itu mendekati 14 persen,” kata manajer portofolio di Mirae Asset Global Investments di New York, Malcolm Dorson.
Pasar negara berkembang sekarang lebih terdiversifikasi, "dan diposisikan lebih baik untuk mendapatkan keuntungan dari potensi perubahan dalam kebijakan suku bunga", tambah Dorson.
Sementara itu, bank sentral AS tidak mungkin berubah pikiran dalam waktu dekat apalagi dengan inflasi masih di atas target The Fed, sedangkan pasar tenaga kerja AS tetap kuat.
Bahkan di pasar negara berkembang seperti Afrika Selatan, indeks harga konsumen yang melambat sepertinya tidak akan cukup mempengaruhi regulator kebijakan moneter untuk menaikkan suku bunga.
Data dan laporan yang ditunggu pekan ini:
1. Laporan PMI Oktober China, yang dapat memperkuat perjuangan pemulihan ekonomi China, dengan kebijakan nol-Covid telah menekan permintaan dan melemahnya pertumbuhan global memukul eksportir.
2. Brasil mengadakan pemilihan presiden pada Minggu (30/10/2022) dan pasar keuangan akan fokus pada siapa pemenang yang disebutkan dalam kabinet Brasil serta pengumuman mengenai kebijakan ekonomi.
3. Di Meksiko, diperkirakan pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal ketiga setelah kenaikan kuat di paruh pertama, dengan PDB di atas perkiraan bank sentral tetapi masih di bawah tingkat dan potensi pra-pandemi.
4. Inflasi Turki diperkirakan akan mencapai puncaknya di sekitar 85 persen.