Warga Lebanon Tambang Bitcoin untuk Beli Bahan Makanan
Pada musim semi 2020, Gabrael mengatakan bank-bank di Lebanon ditutup dan penduduk setempat dilarang menarik uang dari rekening mereka.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Mata uang Pound Lebanon telah kehilangan lebih dari 95 persen nilainya sejak Agustus 2019, sementara upah minimum secara efektif anjlok dari 450 dolar AS menjadi 17 dolar AS per bulan.
“Tidak semua orang percaya bahwa bank-bank itu bangkrut, tetapi kenyataannya memang demikian,” kata CEO perusahaan manajemen yang berbasis di Zurich yang didedikasikan untuk aset digital, Ray Hindi.
Baca juga: Doge, Koin Kripto yang Kian Melesat Pasca Akuisisi Twitter oleh Elon Musk
Dia menamabahkan, "situasinya tidak berubah sejak 2019. Bank membatasi penarikan dan simpanan itu menjadi IOU. Warga bisa mengambil uang dengan potongan 15 persen, lalu 35 persen, dan hari ini, di 85 persen," sambungnya.
Meskipun kehilangan hampir semua tabungan dan dana pensiun mereka, orang tua Gebrael, yang keduanya adalah pegawai pemerintah, berharap sistem keuangan yang ada akan menjadi lebih baik di beberapa titik.
Banyak penduduk di Lebanon menganggap cryptocurrency sebagai penyelamat untuk bertahan hidup, menurut laporan CNBC.
Beberapa bahkan menjadikan penamabang token digital sebagai satu-satunya sumber pendapatan mereka.
Yang lain mengatakan, mereka mengatur pertemuan rahasia melalui Telegram guna menukar stablecoin Tether dengan dolar AS untuk membeli bahan makanan.
“Bitcoin benar-benar memberi kami harapan. Saya lahir di desa saya, saya telah tinggal di sini sepanjang hidup saya, dan bitcoin telah membantu saya untuk tinggal di sini,” kata Gabrael.