Warga Lebanon Tambang Bitcoin untuk Beli Bahan Makanan
Pada musim semi 2020, Gabrael mengatakan bank-bank di Lebanon ditutup dan penduduk setempat dilarang menarik uang dari rekening mereka.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Setelah dikenal dengan sistem perbankannya yang stabil dan ramah investasi, Lebanon jatuh ke dalam kekacauan ekonomi karena hiperinflasi mencengkeram negara itu.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam sistem keuangan yang tidak lagi masuk akal, beberapa orang Lebanon menambang Bitcoin atau menyimpan kekayaan mereka menggunakan cryptocurrency.
Melansir dari CNBC, warga Lebanon bernama Georgio Abou Gabrael pertama kali mendengar mengenai Bitcoin pada 2016, dan mengira mata uang kripto tersebut adalah bagian dari penipuan.
Baca juga: Elon Musk Jadi Pemilik Twitter, Kripto Doge Mengalami Kenaikan Hingga 111 Persen
Namun pada 2019, ketika Lebanon jatuh ke dalam krisis keuangan setelah beberapa dekade menjalani perang yang membutuhkan biaya mahal dan menimbulkan pengambilan keputusan pengeluaran yang buruk, sehingga mata uang digital terdesentralisasi dan tanpa batas yang beroperasi di luar jangkauan para bankir dan politisi dianggap sebagai aset investasi penyelamat.
Gabrael yang tinggal di Beit Mery, sebuah desa yang terletak 11 mil dari Beirut, mengaku telah kehilangan pekerjaannya sebagai arsitek dan perlu mencari cara lain untuk mendapatkan uang tunai dengan cepat.
Pada musim semi 2020, Gabrael mengatakan bank-bank di Lebanon ditutup dan penduduk setempat dilarang menarik uang dari rekening mereka.
Menerima uang tunai melalui transfer internasional juga bukan pilihan yang bagus, karena layanan seperti ini akan mengambil dolar AS dari pengirim dan memberikan pound Lebanon kepada penerima dengan tarif yang lebih rendah daripada nilai pasar, ujar Gabrael.
"Saya akan kehilangan sekitar setengah dari nilainya, dan itulah mengapa saya memilih Bitcoin, itu adalah cara yang baik untuk mendapatkan uang dari luar negeri," ungkap pria berusia 27 tahun ini.
Gabrael menambahkan, dia pernah menemukan pekerjaan dengan gaji yang dibayarkan dalam Bitcoin, yaitu sebagai pembuat iklan pendek untuk perusahaan yang menjual ban. Pria itu dibayar sekitar 5 dolar AS dalam Bitcoin. Meskipun jumlahnya sedikit, namun dia mengaku ketagihan memiliki Bitcoin.
Saat ini, setengah dari pendapatan Gabrael berasal dari pekerja lepas (freelancer), sekitar 90 persen di antaranya dibayar dalam Bitcoin.
Baca juga: Platform Triv Listing Aptos, Aset Kripto yang Digagas Karyawan Meta dan Diklaim Saingan Solana
Sedangkan setengah lainnya dibayarkan dalam mata uang dolar AS yang diberikan oleh firma arsitektur barunya.
“Ketika saya dibayar dari pekerjaan arsitektur saya, saya menarik semua uang saya,” lanjut Gebrael.
Dia kemudian menggunakan uang tunai itu untuk membeli sejumlah kecil bitcoin setiap hari Sabtu. Sisanya ia simpan sebagai uang belanja untuk kebutuhan sehari-hari dan renovasi rumah.
Gabrael tidak sendirian dalam mencari cara alternatif untuk mendapatkan, menyimpan, dan membelanjakan uang di Lebadon, sebuah negara yang sistem perbankannya rusak secara fundamental setelah beberapa dekade salah urus.
Mata uang Pound Lebanon telah kehilangan lebih dari 95 persen nilainya sejak Agustus 2019, sementara upah minimum secara efektif anjlok dari 450 dolar AS menjadi 17 dolar AS per bulan.
“Tidak semua orang percaya bahwa bank-bank itu bangkrut, tetapi kenyataannya memang demikian,” kata CEO perusahaan manajemen yang berbasis di Zurich yang didedikasikan untuk aset digital, Ray Hindi.
Baca juga: Doge, Koin Kripto yang Kian Melesat Pasca Akuisisi Twitter oleh Elon Musk
Dia menamabahkan, "situasinya tidak berubah sejak 2019. Bank membatasi penarikan dan simpanan itu menjadi IOU. Warga bisa mengambil uang dengan potongan 15 persen, lalu 35 persen, dan hari ini, di 85 persen," sambungnya.
Meskipun kehilangan hampir semua tabungan dan dana pensiun mereka, orang tua Gebrael, yang keduanya adalah pegawai pemerintah, berharap sistem keuangan yang ada akan menjadi lebih baik di beberapa titik.
Banyak penduduk di Lebanon menganggap cryptocurrency sebagai penyelamat untuk bertahan hidup, menurut laporan CNBC.
Beberapa bahkan menjadikan penamabang token digital sebagai satu-satunya sumber pendapatan mereka.
Yang lain mengatakan, mereka mengatur pertemuan rahasia melalui Telegram guna menukar stablecoin Tether dengan dolar AS untuk membeli bahan makanan.
“Bitcoin benar-benar memberi kami harapan. Saya lahir di desa saya, saya telah tinggal di sini sepanjang hidup saya, dan bitcoin telah membantu saya untuk tinggal di sini,” kata Gabrael.