Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19 Diperpanjang Satu Tahun hingga 31 Maret 2024
OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit tambahan
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Darmansyah mengatakan, pihaknya memperpanjang program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang akan berakhir pada Maret 2023.
Namun menurutnya, perpanjangan relaksasi dari regulator ini hanya bersifat segmented dan sektoral.
OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024.
Baca juga: Tumbuh 11,7 Persen, Penyaluran Kredit Perbankan Rp 6.314,4 Triliun di Oktober 2022
Meliputi, pertama segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor. Kedua, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum.
"Ketiga beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki. Kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan," ujarnya seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (28/11/2022).
Lanjutnya, kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai Maret 2023.
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur.
Ia menuturkan OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan.
Baca juga: Semakin Tangguh dan Optimis, Kredit Mikro BRI Tumbuh 14,12 %
Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
OJK juga akan merespon secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Adapun landasan kebijakan ini lantaran OJKmenilai saat ini ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi, utamanya disebabkan normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS (The Fed), ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan tidak terhindarkan sebagaimana diprakirakan oleh berbagai lembaga internasional.
Baca juga: Investor di BEI Tunggu FOMC The Fed, Suku Bunga, Kredit dan Neraca Perdagangan Masih Pengaruhi IHSG
"Di sisi lain, pemulihan perekonomian nasional terus berlanjut seiring dengan lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah kembali tumbuh kuat. Sekalipun demikian, berdasarkan analisis mendalam dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect)," pungkasnya.