Susul The Fed, Bank Sentral Eropa dan Inggris Kompak Kerek Suku Bunga 50 Bps
Bank Sentral Eropa dan Inggris kompak menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada Kamis kemarin.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Bank Sentral Eropa dan Inggris kompak menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada Kamis (15/12/2022) kemarin untuk meredam lonjakan inflasi.
Langkah ini mereka ambil setelah langkah serupa pekan ini dilakukan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve AS (The Fed) yang menaikkan suku bunga pinjaman sebesar 50 basis poin ke kisaran yang ditargetkan 4,25 persen dan 4,5 persen pada Rabu (14/12/2022).
Dikutip dari Reuters, Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunganya dari 1,5 persen menjadi 2 persen. Keputusan itu menandai perlambatan laju pengetatan dari kenaikan suku bunga 75 basis poin pada dua pertemuan ECB sebelumnya, karena tekanan harga menunjukkan beberapa tanda memuncak dan risiko resesi yang membayangi.
Presiden ECB Christine Lagarde memperkirakan kenaikan suku bunga akan kembali dilakukan dengan jumlah yang sama seperti saat ini.
"Berdasarkan informasi yang kami miliki hari ini, itu memprediksi kenaikan 50 basis poin lagi pada pertemuan kami berikutnya dan mungkin pada pertemuan berikutnya, dan mungkin sesudahnya," kata Lagarde pada konferensi pers setelah pengumuman kenaikan suku bunga.
Sementara itu, proyeksi baru ECB pada Kamis menunjukkan tingkat inflasi di zona euro yang berada di atas target 2 persen bank sentral Eropa akan bertahan hingga 2025.
ECB juga memperkirakan setiap resesi akan "berumur relatif pendek dan dangkal", dan Lagarde mencatat bahwa tingkat pengangguran di zona euro berada di tingkat "terendah".
Sedangkan Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga utamanya sebesar 50 basis poin dan mengisyaratkan pengetatan lebih lanjut akan diperlukan untuk mengendalikan inflasi.
Baca juga: Cetak Sejarah, Bank Sentral Eropa Naikkan Suku Bunga 75 Bps, Apa Dampaknya?
“Pasar tenaga kerja tetap ketat dan ada bukti tekanan inflasi pada harga domestik dan upah yang dapat menunjukkan persistensi yang lebih besar dan dengan demikian membenarkan respons kebijakan moneter yang lebih kuat,” kata Komite Kebijakan Moneter (MPC) bank sentral Inggris, yang dikutip dari CNBC.
“Mayoritas Komite menilai bahwa, jika ekonomi berkembang secara luas sejalan dengan proyeksi Laporan Kebijakan Moneter November, kenaikan suku bunga bank lebih lanjut mungkin diperlukan untuk pengembalian inflasi yang berkelanjutan ke target,” sambung MPC.
Baca juga: ECB Peringatkan Batas Harga Gas Bisa Jadi Bumerang Bagi Stabilitas Keuangan Uni Eropa
Setelah mencapai level tertinggi dalam 41 tahun pada Oktober, kenaikan tahunan indeks harga konsumen Inggris melambat menjadi 10,7 persen pada November.
Bank of England memperkirakan inflasi turun secara bertahap selama kuartal pertama 2023, karena lonjakan harga energi dan barang lainnya diprediksi akan mengalami penurunan.
Perekonomian Inggris tampaknya akan menjadi pemain terlemah di antara negara-negara Group of Seven (G7) pada 2023, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.
Baca juga: Gubernur ECB Pastikan Terus Hawkish hingga Inflasi Eropa Landai di Level 2 Persen
Meskipun poundsterling telah menguat selama sebulan terakhir, namun masalah inflasi di Inggris diperparah oleh kekurangan tenaga kerja yang akut untuk mengisi lowongan, sehingga membuat BoE menghadapi tindakan penyeimbangan yang sulit.
Anggota MPC, Swati Dhingra, mengatakan pada awal bulan ini bahwa suku bunga yang lebih tinggi dapat menyebabkan resesi "yang lebih dalam dan lebih lama".
Pendapat lain diungkapkan anggota MPC Catherine Mann, yang mengatakan pada bulan lalu bahwa kemungkinan inflasi akan berakhir "jauh" lebih tinggi dari perkiraan BoE yang akan turun di bawah target 2 persen dalam waktu dua tahun.
BoE mengatakan kekurangan tenaga kerja serta gesekan perdagangan dan migrasi karena Brexit, telah membantu mendorong harga di atas lonjakan besar harga energi yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina.