Kaleidoskop 2022: Saat Jokowi Pasang Badan, Uni Eropa pun Semakin Merana
Kebijakan pelarangan ekspor bahan tambang yaitu bijih nikel membuat negara-negara pengimpor terutama dari Uni Eropa meradang.
Editor: Hendra Gunawan
Bisa dibayangkan dengan bertambahnya smelter nikel, maka akan lebih banyak lagi bijih nikel yang bisa diolah di dalam negeri.
Karenanya Presiden menegaskan bahwa gugatan tersebut merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia.
Baca juga: Hillcon Garap Proyek Pelabuhan Nikel di Morowali Senilai Rp 1,9 Triliun
Bagi Uni Eropa misalnya, jika nikel diolah di Indonesia, maka industri di sana akan banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat.
Namun, Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.
“Negara kita ingin menjadi negara maju, kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja takut, mundur, enggak jadi, ya enggak akan kita menjadi negara maju. Saya sampaikan kepada menteri ‘Terus, tidak boleh berhenti’. Tidak hanya berhenti di nikel tetapi terus yang lain,” pungkasnya.
Tekat Jokowi ini tetap bulat bahkan akan menyiapkan juru lainnya yaitu memberikan pajak hingga sepuluh kali lipat jika harus melakukan ekspor bijih nikel.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengungkapkan, apapun keputusan WTO, Indonesia tetap akan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk kemajuan industri dalam negeri.
Menurutnya, jika nantinya Indonesia kalah atau harus kembali membuka keran ekspor nikel, masih banyak hal yang dapat dilakukan agar hilirisasi terus berjalan.
Indonesia tidak akan dengan mudah mengekspor bijih nikel yang saat ini menjadi incaran berbagai negara.
Selain meningkatkan tarif ekspor, pemerintah juga dapat mengatur jumlah produksi melalui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) pemegang izin pertambangan.
Pembatasan produksi dapat dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral guna menjaga umur cadangan nikel dalam negeri.
Selain itu, seperti yang telah dilakukan di batubara, pemerintah juga bisa menerapkan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) bagi para pemegang izin produksi pertambangan nikel.
Baca juga: Tiru OPEC, Indonesia Usulkan Pendirian Organisasi Negara-Negara Penghasil Nikel
Menurut Rizal, ini wajib dilakukan guna memastikan kebutuhan negeri dapat terpenuhi. Hilirisasi nikel yang telah berjalan harus mendapatkan jaminan bahwa pabriknya tidak akan kekurangan pasokan.
“Berbagai kebijakan ini nantinya akan bermuara pada ekspor menjadi tidak menarik, dan industri yang telah tumbuh dipastikan akan terus tumbuh," papar Rizal.