Gara-gara Inflasi, Harga Jam Tangan Mewah Roiex Jadi Makin Mahal
Rolex SA mengumumkan kenaikkan harga sejumlah arloji buatannya yang dijual di pasar global
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, SWISS – Produsen jam tangan mewah Swiss, Rolex SA mengumumkan kenaikkan harga sejumlah arloji buatannya yang dijual di pasar global, Selasa (3/1/2022).
Mengutip dari Bloomberg, Rolex SA akan menaikkan harga jual model jam tangan mewahnya sebanyak 1 persen di pasar global, sementara kenaikan rata-rata di Inggris dipatok 2,6 persen dan 2,2 persen untuk kawasan AS.
Meski kenaikan harga tersebut bukanlah kali pertama yang dilakukan produsen jam tangan mewah asal Swiss ini, namun lonjakan harga yang diumumkan Rolex SA sempat memicu respon negatif dari para kolektor jam tangan global.
Seperti diketahui, Rolex sering menaikkan harga jual jam tangannya sebanyak satu kali dalam setahun.
Selama 2022 kemarin Rolex mengerek naik sejumlah model jam tangan antik seperti Submariner dan Daytona sebesar 5 persen khusus di wilayah Inggris dan Eropa, untuk menekan fluktuasi mata uang dolar AS yang menguat.
Sayangnya imbas kontraksi ekonomi yang dialami sejumlah negara, Rolex terpaksa mengerek kembali harga jual jam tangannya di awal tahun ini, dengan tujuan mempertahankan margin perusahaan tanpa harus menekan permintaan di tengah meningkatnya inflasi.
Baca juga: Sematkan Jam Tangan Rolex, iPhone 14 Pro Buatan Caviar Dijual Rp 2 Miliar
Dengan langkah ini analis Barclays mengatakan kenaikan harga tak hanya dapat menyelamatkan Rolex dari kebangkrutan namun juga bisa mendorong Watches of Switzerland Group Plc, dealer Rolex terbesar di Inggris agar membukukan lonjakan laba di tahun 2023.
Baca juga: Juragan 99 Beli Jam Rolex Taqy Malik Seharga Rp 1,1 Miliar, Istri Membolehkan, Ini Alasannya
"Investor sudah terbiasa dengan kenaikan harga yang biasa terjadi di industri yang menarik ini, dengan kenaikkan harga yang berlanjut kami percaya bahwa hal itu tidak akan memiliki dampak terhadap volume (permintaan)" jelas analis Barclays Richard Taylor dan Pallav Mittal.