Banding Terkait Larangan Ekspor Bijih Nikel di WTO Masuk Antrean Panjang, Mendag: Kita Hadapi
Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono belum bisa memastikan kelanjutan dari proses banding ini.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut proses banding nikel Pemerintah Indonesia usai kalah gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) masih berlangsung.
Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono belum bisa memastikan kelanjutan dari proses banding ini.
Menurut dia, ada banyak proses banding yang harus ditangani oleh WTO sehingga menimbulkan antrean panjang.
Baca juga: Praktisi Pasar Modal: Larangan Ekspor Bauksit Berdampak Positif, Harga Berpotensi Melonjak
"Sudah diajukan. Enggak ada kendalanya. Tapi, yang banding banyak. Kita urutan ke-20 sekian. Ngantre," kata Djatmiko ketika ditemui di lapangan parkir Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (6/1/2023).
Ia menekankan tidak tahu kapan proses banding milik Indonesia akan dimulai. Antrean yang panjang disebut jadi alasannya.
"Jadi, kalau ada yang nanya waktu, hanya Tuhan yang tahu. Enggak ada satu orang di dunia pun yang tahu," ujar Djatmiko.
Dalam kesempatan sama, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) turut mengatakan hal serupa terkait proses pengajuan banding yang dilakukan Indonesia.
"Sudah diajukan banding mengenai nikel. Kita hadapi," kata Zulhas.
Indonesia Digugat Uni Eropa
Indonesia digugat oleh Uni Eropa ke WTO karena melarang ekspor bijih Nikel.
Larangan ekspor yang dilakukan per 1 Januari 2020 mendapat protes dari Uni Eropa karena mengganggu produksi industri stainless steel mereka.
WTO kemudian memenangkan gugatan Uni Eropa. Larangan ekspor bijih Nikel dinilai melanggar ketentuan WTO.
Baca juga: Indonesia Siap Banding Soal Gugatan Ekspor Nikel di WTO, Moeldoko: Harus Diperjuangkan
Pemerintah kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Wacana banding tersebut disebut diperintahkan langsung oleh Presiden Jokowi.