Menteri Keuangan Sri Mulyani: Waspada Resesi, 63 Negara Sudah Kelilit Utang
IMF memprediksi sepertiga ekonomi dunia, 30 persen atau 40 persen dari perekonomian negara-negara akan mengalami resesi.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2023 diprediksi hanya sebesar 2,7 persen oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
Untuk itu, dia menegaskan Indonesia harus waspada.
Kewaspadaan itu juga turut tergambar dari prediksi IMF yang menyatakan bahwa, sepertiga ekonomi dunia 30 persen atau 40 persen dari perekonomian negara-negara akan mengalami resesi.
Angka tersebut kian menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca juga: Sejumlah Mantan Pejabat Tinggi Negara Maju Takut-takuti Bahaya Resesi Ekonomi di 2023
Sri Mulyani mengatakan, pada tahun 2021 IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi dunia mencapai 6 persen, tahun 2022 turun menjadi 3,2 persen dan di tahun 2023 hanya 2,7 persen.
Terlebih, saat ini sudah tercatat 63 negara di dunia sedang mengalami kondisi keuangan yang sulit bahkan terlilit hutang.
"Diakui di dalam statistik lebih dari 63 negara di dunia yang dalam kondisi utangnya mendekati atau sudah tidak sustainable," kata Sri Mulyani dalam acara CEO Banking Forum yang berlangsung secara virtual, Senin (9/1/2023).
Sri Mulyani mengatakan, sejumlah negara Asean juga tengah menderita kondisi perekonomian yang sulit, diantaranya, Bangladesh, Sri Lanka dan Pakistan yang menjadi pasien IMF.
"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan. 2023 memang prediksi dari lembaga global mengenai dunia kurang menggembirakan, tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi dan kemungkinan juga ada masalah dengan debt sustainability di berbagai negara," ujar dia.
Untuk itu, Ani menegaskan, perekonomian di tahun 2023 perlu diwaspadai ditengah ketidakpastian ekonomi global yang diprediksikan IMF.
"Jadi dunia tahun 2023 ini pada saat harus menjinakkan inflasi dan dipaksa dengan menaikkan suku bunga pada saat debt stocknya tinggi pasti akan memberikan dampak tidak hanya resesi. Tapi kemungkinan terjadinya diberbagai negara yang sekarang utangnya sangat tinggi mengalami kemungkinan debt crisis," ungkapnya.