Dampak Penyusutan Ekonomi, Disinflasi di China Selama Kuartal IV 2022 Pecah Rekor
Ancaman ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, dikhawatirkan dapat mempercepat terjadinya resesi ekonomi sebuah negara.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Menurut laporan data yang dirilis lembaga analitik pasar China Beige Book International (CBBI), selama kuartal IV 2022 laju disinflasi di ibukota Beijing dilaporkan melesat hingga pecah rekor.
“Disinflasi jangka pendek sudah ada di sini, dengan pertumbuhan harga jual yang lambat,” ujar laporan CBBI.
Sebagai informasi disinflasi sendiri merupakan situasi di mana tingkat harga naik tetapi tingkat pertumbuhan mengalami perlambatan.
Baca juga: Ekonomi China Dibuka, Pasar Saham ASEAN Kena Dampaknya, Termasuk Indonesia?
Ancaman ini terjadi dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan dapat mempercepat terjadinya resesi ekonomi sebuah negara.
Tekanan deflasi di China dilaporkan telah memburuk ke rekor terendah karena terpengaruh pelemahan harga dan penyusutan ekonomi selama beberapa bulan terakhir, imbas dari adanya pukulan Covid-19.
“Pukulan Covid terhadap ritel dapat mendorong ini ke dalam deflasi pada kuartal pertama.” jelas CBBI
Meski Inflasi konsumen melambat menjadi 1,6 persen pada November dari 2,1 persen pada bulan sebelumnya, namun hal tersebut tak lantas membuat perlambatan ekonomi di China melandai di kuartal keempat 2022.
Seperti yang dilansir dari Bloomberg, sebanyak 4.354 bisnis di China selama periode tersebut mencatatkan pelemahan harga serta penjualan yang lambat. Tak hanya itu pertumbuhan upah dan biaya input juga dilaporkan mengalami penyusutan nilai.
Diikuti dengan anjloknya pertumbuhan harga jual ke level terburuk sejak akhir 2020. Serangkaian tekanan ini yang membuat China dilanda deflasi jangka pendek.
Sejumlah cara mulai diterapkan pemerintah pusat seperti melonggarkan sejumlah kebijakan nol-Covid sejak awal tahun 2023, guna memacu aktivitas perekonomian masyarakat China.
Apabila nantinya tekanan tak kunjung mereda, inflasi tahunan China di kuartal pertama 2023 diproyeksi akan terseret naik sebesar 2,3 persen meski pertumbuhan ekonomi meningkat.
“Inflasi kemungkinan akan kembali di kuartal pertama, tetapi sebagian besar akan mewakili perbaikan sebelum akhirnya memudar," kata CBBI dalam laporan tersebut.