Cerita Benny Tjokro Lolos dari Tuntutan Hukuman Mati di Mega Korupsi Asabri Rp 23,73 Triliun
Majelis hakim Pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan vonis dengan pidana nihil dan uang pengganti kepada Benny Tjokro pidana tambahan Rp 5,73 triliun.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha Benny Tjokrosaputro benar-benar 'sakti'. Tujuh tahun lamanya praktik korupsi pengelolaan dana yang dia lakukan di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) tidak meyakinkan majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman mati seperti tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Tipikor telah membacakan putusan, Kamis (12/1/2023) kemarin.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan vonis dengan pidana nihil dan uang pengganti kepada Direktur PT Hanson International Tbk tersebut dengan pidana tambahan Rp 5,73 triliun dengan penghitungan barang bukti sebanyak 1.069 bidang tanah dan bangunan dirampas oleh negara sebagai uang pengganti,
Faktanya, Benny Tjokro dinilai berperan dalam mengatur transaksi saham dan reksadana dalam portofolio milik Asabri. Aksi ini ia lakukan bersama terdakwa lainnya, Heru Hidayat.
Seluruh kegiatan investasi Asabri selama rentang waktu 2012-2019 ini dikendalikan oleh Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan resminya menyebutkan praktik korupsi pengelolaan dana Asabri oleh Benny Tjokro dan Heru Hidayat menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 23,73 triliun.
Angka yang nggak main-main besarnya.
Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto dalam sidang putusannya Kamis kemarin menyatakan, vonis nihil tersebut dikarenakan sebelumnya Benny Tjokro telah mendapat vonis pidana penjara seumur hidup dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Benny Tjokro Mengaku Dirugikan Atas Proses Hukum yang Tebang Pilih
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa dengan pidana mati serta membayar uang pengganti sebesar Rp 5,73 triliun.
Eko menilai tuntutan pidana hukuman mati tidak memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (2) Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Berdasarkan fakta hukum terdakwa melakukan tindakan pidana korupsi pada saat negara dalam keadaan aman,”jelas Eko
Kecewakan JPU
Lolosnya Benny Tjokro dari tuntutan hukuman mati di sidang vonis kemarin tentu saja mengecewakan tim jaksa penuntut umum (JPU).
Pada kasus megakorupsi ini, JPU menuntut Direktur PT Hanson International Tbk itu dengan pidana hukuman mati.
Meski vonis hakim tak sesuai harapan, anggota tim JPU Gusti M. Sophan tampaknya tak langsung berniat untuk mengajukan banding atas vonis tersebut.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Benny Tjokro Ajukan Pledoi 3.000 Halaman
Gusti mengatakan bahwa pihaknya masih akan memikirkan terlebih dahulu langkah yang akan dilakukan.
“Kami hormati putusan hakim dan pikir-pikir dulu dalam 7 hari ke depan,” ujar Sophan ditemui setelah persidangan, Kamis (12/1/2023).
Pada sidang pembacaan tuntutan hukuman, Benny Tjokro dituntut hukuman mati oleh tim jaksa penuntut umum (JPU).
"Menghukum terdakwa menjatuhkan pidana mati," ucap jaksa di persidangan pada Rabu (26/10/2022).
Selain itu, Benny Tjokro juga dituntut dengan hukuman uang pengganti sebesar Rp 5.733.250.247.731.
Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam tuntutannya, jaksa mengungkapkan bahwa Benny Tjokro secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Perbuatan tersebut pada akhirnya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 22,7 triliun.
Kerugian itu disebut jaksa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tertanggal 17 Mei 2021.
Dalam pertimbangan memberatkan, jaksa menyebut Benny selama persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah dan penyesalan sedikit pun atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Selain itu menurut jaksa, perbuatan Benny Tjokro termasuk extraordinary crime dengan modus investasi melalui bursa pasar modal, menyembunyikan ke dalam struktur bisnis, dan menyalahgunakan bisnis yang sah.
"Perbuatan terdakwa mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal," kata jaksa penuntut umum.
Dalam pembacaan pledoinya, Benny Tjokro menyebut ada pihak perorangan dan instansi yang muncul hingga ratusan kali di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saksi-saksi di persidangan.
Pihak tersebutlah yang diklaim Benny Tjokro harus bertanggung jawab atas kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Namun, pihak tersebut tidak pernah dijadikan tersangka apalagi terdakwa.
"Terhadap pribadi dan instansi ini, jaksa penuntut umum juga cenderung duduk manis saja," kata Benny Tjokro dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2022).
Tak hanya itu, dalam pleidoinya Benny Tjokro juga menuding JPU berusaha menghapuskan keuntungan triliunan rupiah yang diterima ASABRI dari hasil pekerjaannya.
Menurut Benny, hal itu dilakukan dengan menyebutkan uang keluar dari ASABRI tanpa menerangkan adanya uang yang diterima.
"Anehnya hitungan itu kemudian diamini saja oleh BPK, seolah-olah PT ASABRI hanya mengeluarkan uang tanpa pernah menerima apapun," katanya.
Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto menyebutkan ada beberapa alasan yang membuat hakim menolak tuntutan dari JPU.
Salah satunya, JPU dinilai melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.
Eko beralasan JPU tidak bisa membuktikan kondisi tertentu yang dimaksudkan Pasal 2 Ayat 2 dalam UU nomor 20 Tahun 2001 yang menyebutkan pidana hukuman mati bisa dijatuhi jika negara dalam kondisi tertentu, seperti krisis atau bencana.
“Berdasarkan fakta hukum terdakwa melakukan tindakan pidana korupsi pada saat negara dalam keadaan aman,” ujar Eko.
Hakim juga menilai Benny Tjokro tidak melakukan korupsi secara pengulangan. Alasannya, kasus korupsi di PT Asabri dan PT Asuransi Jiwasraya dilakukan di posisi yang sama.
Di sisi lain, kuasa hukum Benny Tjokro juga belum menyiapkan langkah selanjutnya terkait putusan vonis tersebut. “kami kuasa hukum masih melihat dan masih akan komunikasi apa langkah selanjutnya,” pungkasnya.
Tanggapan Pakar Hukum Perbankan
Pakar hukum perbankan sekaligus Mantan Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan bahwa vonis penjara seumur hidup yang didapat keduanya dalam kasus Jiwasraya sudah merupakan hukuman maksimal.
Yunus mengungkapkan ada peluang untuk adanya hukuman mati terhadap terdakwa tersebut. “Tapi belum pernah ada memang hukuman mati karena korupsi itu,” ujarnya.
Di sisi lain, Yunus lebih menyoroti terkait uang pengganti yang harus dibayarkan oleh Benny Tjokro dalam kasus ini. Majelis hakim menetapkan uang pengganti yang harus dibayar senilai Rp 5,73 triliun.
Ia khawatir uang pengganti tak dibayarkan karena tidak bisa digantikan oleh pidana penjara lagi Mengingat, Benny Tjokro sudah mendapat hukuman penjara maksimal seumur hidup.
“Itu sama aja bohong itu,” pungkasnya.
Sitaan Kejaksaan Agung
Dalam kasus megakorupsi Asabri oleh Benny Tjokro, penyidik Kejaksaan Agung Kejagung (Kejagung) sudah menyita aset tersangka kasus dugaan korupsi Asabri. Kali ini kejaksaan menyita aset 854 bidang tanah milik Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, penyitaan aset tersebut dilakukan karena tersangka diduga menyebabkan kerugian negara akibat kasus Asabri senilai Rp 23,73 triliun.
"Terhadap aset tersangka yang disita, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk diperhitungkan sebagai upaya penyelamatan kerugian keuangan negara pada proses selanjutnya," kata Leonard dalam keterangan resmi, Kamis (4/3/2022).
Selain Benny, penyidik masih melakukan pelacakan atas aset tersangka lain yang kemudian akan disita. Pelacakan aset tersebut melibatkan pusat pelacakan baik dari dalam negeri maupun di luar negeri.
Rincian aset Benny Tjokro yang disita oleh Kejagung adalah:
1. 155 bidang tanah yang terletak di Kabupaten Lebak (berdasarkan akta jual beli), dengan luas total 343.461 m2.
2. 566 bidang Tanah yang terletak di Kabupaten Lebak (berdasarkan Surat Pelepasan atau Pengakuan Hak (SPH) dengan luas seluruhnya 1.929.502 m2.
3. 131 bidang Tanah yang terletak di Kabupaten Lebak (sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama PT. Harvest Time dengan luas total 1.838.639 m2.
4. 2 bidang Tanah yang terletak di Kota Batam (sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama PT Mulia Manunggal Karsa dengan luas total 200.000 m2.
Laporan Reporter: Ashri Fadilla (Tribunnews) dan Adrianus Octaviano/Ferrika Sari (Kontan)