Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Terdapat Ancaman Resesi, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Menjadi 2,3 Persen

Penghapusan Kebijakan Nol-Covid di Tiongkok diprakirakan turut akan menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Terdapat Ancaman Resesi, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Menjadi 2,3 Persen
Ismoyo
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) merevisi kinerja pertumbuhan ekonomi global pada 2023, dari yang semula 2,6 persen kini menyusut jadi 2,3 persen. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) merevisi kinerja pertumbuhan ekonomi global pada 2023, dari yang semula 2,6 persen kini menyusut jadi 2,3 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pertumbuhan ekonomi global semakin melambat dari perkiraan sebelumnya.

Hal ini disebabkan oleh fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.

Ia melanjutkan, koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar dan disertai dengan meningkatnya risiko potensi resesi terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Baca juga: Indonesia Waspadai Dampak Resesi yang Bakal Menimpa AS Maret Ini

Penghapusan Kebijakan Nol-Covid (Zero Covid Policy) di Tiongkok diprakirakan akan menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

"Secara keseluruhan, Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 menjadi 2,3 persen dari prakiraan sebelumnya sebesar 2,6 persen," ungkap Perry dalam pengumuman hasil rapat dewan gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

BERITA REKOMENDASI

Dirinya dalam kesempatan tersebut juga menuturkan, tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Meskipun tetap di level tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa.

Sejalan dengan tekanan inflasi yang melandai, lanjut Perry, pengetatan kebijakan moneter di negara maju mendekati titik puncaknya dengan suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023.

"Ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai mereda sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan pelemahan nilai tukar negara berkembang juga berkurang," pungkas Perry.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sempat mengutarakan bahwa kinerja perekonomian global di 2023 masih dihantui sejumlah tantangan yang tak jauh berbeda dengan 2022.

Dalam catatannya, terdapat 4 hal yang mempengaruhi kinerja ekonomi global.

Pertama, pengetatan kebijakan moneter yang menyebabkan semakin ketatnya likuiditas global dan semakin tingginya cost of fund.

Kedua, tensi geopolitik yang masih belum reda.

Ketiga, masih terjadinya disrupsi sisi suplai dengan munculnya fragmentasi dan regionalism.

Dan keempat, sebagai salah satu perekonomian terbesar, China masih dihadapkan pada persoalan dan krisis di sektor properti.

"Ini lah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat sangat signifikan. Kenaikkan dan gejolak yang terjadi menggerakkan dari sisi permintaan dan proyeksi pertumbuhan global dikoreksi ke bawah," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Baca juga: Ada Ancaman Resesi hingga Belum Punahnya Pandemi, Pengusaha Hotel dan Restoran Masih Ketar-ketir

"Kita lihat pada tahun 2022 ini revisinya, proyeksi pertumbuhan global di 2022 oleh IMF diprediksi dari awalnya 4,4 persen, kemudian dikoreksi menjadi 3,6 persen, dan turun lagi menjadi 3,2 persen," sambungnya.

Sementara untuk 2023, lanjut Sri Mulyani, IMF juga memberikan sinyal kehati-hatian bahwa perekonomian akan tumbuh di angka 2,7 persen. Padahal sebelumnya sempat diprediksi 3,8 persen.

Bila dilihat lebih lanjut, pelemahan kinerja ekonomi di 2023 juga bakal dialami oleh negara-negara besar.

Seperti Amerika Serikat, China, India, bahkan negara-negara di kawasan Eropa.

"Eropa (diproyeksikan) mengalami penurunan yang sangat dramatis yaitu pada 2022 di angka 3,1 persen dan 2023 di angka 0,5 persen," papar Sri Mulyani.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas