Survei LSI: Pendukung Gerindra Sebut Harga Sembako Tidak Terjangkau, NasDem dan PDIP Sebaliknya
Survei persepsi terhadap keterjangkauan harga sembako dan BBM cenderung bisa dikaitkan dengan kategori dukungan politik.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Pemilihan sampel dilakukan melalui random digit dialing (RDD) yang merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Dengan teknik RDD sampel sebanyak 1.221 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.
Margin of error dari diperkirakan sebesar +/- 2.9% pada tingkat kepercayaan 95% dengan asumsi simple random sampling.
Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.
Djayadi mengungkapkan, dari segi ketersediaan, mayoritas masyarakat merasakan sayur mayur, sembako, dan BBM tersedia dengan cukup baik.
Baca juga: Survei LSI: Hampir 50 Persen Masyarakat Menyatakan Harga Sembako dan BBM Belum Terjangkau
Masyarakat yang mengatakan ketersediaan sayur mayur cukup baik mencapai 87 persen, sembako 74 persen, dan BBM 63 persen.
Hal tersebut disampaikannya dalam Rilis Survei Nasional: "Kinerja Presiden, Pencabutan PPKM, Ketersediaan Bahan Pokok dan BBM, Serta Peta Politik Terkini" di kanal Youtube Lembaga Survei Indonesia LSI_Lembaga pada Minggu (22/1/2023).
"Cuma dari segi apakah harganya terjangkau atau tidak. Ini, masyarakat kita menilai harga sembako sama harga BBM, itu hampir 50 persen masyarakat kita menyatakan bahwa harga sembako (46 persen) dan BBM (46 persen) masih belum atau tidak terjangkau," kata Djayadi.
Namun demikian, kata dia, khusus untuk harga BBM, persepsi masyarakat terbelah.
Sebanyak 48 persen di antaranya menyatakan harganya terjangkau, namun 46 persen lainnya menyatakan harganya kurang atau sangat tidak terjangkau.
"Jadi saya kira memang BBM masih tetap menjadi isu penting, demikian juga dengan sembako," kata Djayadi.
Survei tersebut dilakukan pada 7 sampai 11 Januari 2023.
Target survei tersebut adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau ponsek, sekitar 83 persen dari total populasi nasional.
Pemilihan sampel dilakukan melalui random digit dialing (RDD) yang merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.