Nuklir Buat Energi Terbarukan RI Dibilang Mahal, Masa Sih?
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyatakan, selain batu bara, ada nuklir yang akan dikembangkan sebagai energi baru Indonesia.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyatakan, selain batubara, ada nuklir yang akan dikembangkan sebagai energi baru Indonesia.
Deputi Direktur ICEL Grita Anindarini mengatakan, pengembangan nuklir tersebut ada dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Padahal, menurutnya jika dibandingkan dengan sumber energi terbarukan angin dan matahari, pembangunan dan penggunaan nuklir memerlukan biaya tiga hingga lima kali lebih mahal merujuk World Nuclear Industry Status Report (WNISR) 2019.
Baca juga: Tekan Biaya Energi, Pilot Project Konversi BBM ke CNG Menyasar Sektor Transportasi
"Adapun WNISR 2022 mencatat, biaya pembangunan pembangkit energi matahari turun hingga 90 persen dan angin turun 72 persen, sedangkan nuklir justru naik 36 persen," ujarnya dalam konferensi pers “Salah Arah RUU EBET” di kawasan Cikini, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Tidak hanya itu, RUU EBET juga mengatur hidrogen sebagai bagian dari energi baru, tapi sayangnya RUU ini dinilai tidak menjelaskan secara detail sumber-sumber hidrogen yang akan menjadi fokus pengembangan.
Pada dasarnya, lanjut Grita, hidrogen dapat berasal dari sumber energi fosil (grey hydrogen) maupun sumber energi terbarukan (green hydrogen).
Riset yang ada saat ini menunjukkan, baru satu persen green hydrogen yang dikembangkan di seluruh dunia, selebihnya masih dari energi fosil.
“Kita perlu pengaturan yang jelas dalam RUU ini jenis hidrogen seperti apa yang akan kita kembangkan agar tidak salah arah. Sayangnya, RUU EBET gagal untuk membahas hal ini,” pungkas Grita.