Partai Buruh Tetap Tolak RUU Kesehatan, Khawatirkan Penyalahgunaan Kekuasaan
RUU Kesehatan akan menempatkan BPJS Kesehatan di bawah kementerian dan hal tersebut akan menghapus independensi BPJS.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Bidang Perempuan Partai Buruh, Jumisih mengungkapkan bahwa pihaknya menolak dengan tegas RUU Kesehatan.
Kemudian dikatakan Jumisih bahwa yang dibutuhkan rakyat pelayanan kesehatan publik yang ramah dan murah.
"Sebagaimana kita tahu bahwa kita buruh dan masyarakat bagian dari pengguna BPJS. Pada saat RUU kesehatan dibahas dan digenjot pembahasannya oleh DPR dan akan diparipurnakan kami menyatakan sikap tidak membutuhkan RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang," kata Jumisih pada konferensi pers daring, Rabu (15/2/2023).
Jumisih melanjutkan keberafaan UU Kesehatan akan mendelegitimasi peran BPJS Kesehatan.
Dia menilai yang dibutuhkan masyarakat itu sebetulnya bagaimana akses pelayanan publik yang ramah dan murah.
"Kalau BPJS itu berada di bawah kementerian maka itu akan berdampak penyalahgunaan kekuasaan jadi tidak ada independensi atas BPJS kedepannya," sambungnya
Menurut Jumisih terlebih dana BPJS itu adalah dana publik buruh yang mengiurkan beserta pengusahaan sehingga seharusnya pemerintah tidak cawe-cawe dalam urusan tersebut.
"Jadi pada saat kita mendapat informasi bahwa RUU Kesehatan dibahas secara omnibus sama seperti Undang-Undang Cipta kerja. Kami sangat menyesalkan upaya yang dilakukan oleh DPR untuk paripurnakan sementara masih banyak pihak yang melakukan penolakan termasuk Ikatan Dokter Indonesia," jelasnya.
Deputy Bidang Perempuan Partai Buruh itu menegaskan bahwa buruh dan rakyat pengguna BPJS akan merasa dirugikan karena akan berdampak langsung apabila BPJS dikapitalisasi.
"Artinya hanya mengutamakan profit hanya mengutamakan sementara kondisi kesejahteraan masyarakat akan terabaikan," tutupnya.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bersama tujuh organisasi profesi menyatakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Baca juga: Pertanyakan Naskah Akademik, Muhammadiyah dan Organisasi Profesi Tolak RUU Kesehatan
Tujuh organisasi profesi tersebut adalah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, dan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Serta Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan Forum Masyarakat Peduli Kesehatan.
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menilai RUU Kesehatan tidak sejalan dengan nilai-nilai UUD 1945.
Baca juga: Ribuan Buruh Geruduk DPR Tolak Perppu Cipta Kerja dan RUU Kesehatan