Ekonom Faisal Basri: Kebijakan HET dan Pembatasan Ekspor CPO Picu Krisis Minyak Goreng
Ekonom senior Faisal Basri menilai banyak kebijakan Pemerintah yang kurang tepat terkait dengan tata niaga minyak goreng di Indonesia.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Arif Fajar Nasucha
Faisal melanjutkan, dari kacamata kebijakan publik, kebijakan pemerintah seharusnya bisa membuat pasar lebih fleksibel. Kebijakan pemerintah juga sebaiknya tidak berbentuk larangan atau bagi-bagi kuota.
“Intervensi pemerintah tidak boleh mengubah model bisnis," tegasnya.
"Nyatanya, lewat kebijakan DMO, pemerintah mewajibkan produsen sawit untuk memproduksi minyak goreng apabila ingin mengekspor. Padahal, belum belum tentu dia punya pabrik minyak goreng,” lanjutnya.
Selain kebijakan HET, Faisal melihat kelangkaan minyak goreng kemasan juga disebabkan oleh masalah distribusi. Sebab, begitu peraturan HET dibatalkan, dalam waktu singkat barang tersedia lagi di pasar.
“Saya tidak ingin menuduh pihak mana pun karena saya tidak punya data. Bisa saja barang memang ditahan oleh distributor, sub distributor, atau agen. Namun, dengan waktu yang begitu singkat barang tersedia di pasar, sangat kecil kemungkinan itu dilakukan oleh produsen,” tuturnya.
Baca juga: Menko Perekonomian Airlangga Bantah Indonesia Stop Ekspor Minyak Sawit ke Eropa
KPPU Perlu Hati-hati
Faisal juga mengingatkan kepada KPPU agar berhati-hati dalam menyimpulkan adanya kartel yang dilakukan oleh produsen minyak goreng kemasan.
Keseragaman kenaikan harga tidak serta merta menjadi bukti bahwa telah terjadi kesepakatan di antara produsen.
Hal itu merupakan reaksi normal para pelaku usaha menyikapi kenaikan harga CPO sebagai bahan baku utama minyak goreng.
“Kalau dilihat, dalam perkara ini terlapornya banyak sekali. Menurut saya, sulit untuk membuat kesepakatan yang melibatakan banyak pihak,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, KPPU menduga sebanyak 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor) melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).
Para Terlapor dituduh membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022, dan membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari – Mei 2022.