Laju Rupiah Tertekan ke Level Rp15.270 per Dolar AS, Pengamat: Pelaku Pasar Amati Utang Pemerintah
Utang pemerintah per akhir Januari 2023 mencapai Rp7.754,98 triliun dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,56 persen.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam perdagangan sore ini, mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 42 poin ke level Rp 15.270 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.226.
Pengamat pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah selain hari ini, juga masih sulit untuk menguat besok.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif. Namun, ditutup melemah di rentang Rp 15.250 hingga Rp 15.320 per dolar AS," ujar dia melalui risetnya, Senin (27/2/2023).
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Merosot di Penghujung Pekan, Kini di Level Rp15.227 per Dolar AS
Ibrahim menjelaskan, sentimen internal yang memengaruhi rupiah untuk sulit menguat, yakni pelaku pasar terus mengamati perkembangan utang pemerintah yang terus meningkat.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah per akhir Januari 2023 mencapai Rp 7.754,98 triliun dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,56 persen.
"Posisi utang tersebut meningkat dari Desember 2022 yang tercatat mencapai Rp 7.733,99 triliun," kata Ibrahim.
Adapun utang pemerintah berdenominasi rupiah mendominasi dengan proporsi 71,45 persen, di mana dominasi rupiah dalam utang pemerintah sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang, yaitu mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Kebijakan tersebut dilakukan dengan koordinasi dan kerja sama yang erat bersama Bank Indonesia dalam rangka menghadapi volatilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Selain itu, juga dalam menghadapi dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri, sehingga risiko nilai tukar lebih terjaga.
Sementara, periode Desember 2022 ke Januari 2023, penguatan nilai rupiah terhadap berbagai mata uang asing turut berkontribusi menurunkan posisi utang pemerintah dalam valuta asing.
Lebih lanjut, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,9 persen.
"Pemerintah menyatakan akan senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo," tutur dia.
Ibrahim menambahkan, sentimen eksternal yang memengaruhi rupiah, yakni dolar AS bergerak stabil terhadap sekeranjang mata uang pada hari ini, dengan indeks dolar dan indeks dolar berjangka melayang di dekat level tertinggi dalam dua bulan.
Kemudian, data pengeluaran konsumsi pribadi, pengukur inflasi pilihan Bank Sentral AS atau The Fed menunjukkan pada hari Jumat lalu, bahwa inflasi AS tetap kuat hingga Januari.
"Ini memberikan bank sentral lebih banyak dorongan untuk terus menaikkan suku bunga. Kemudian, imbal hasil Treasury AS juga meningkat secara luas setelah pembacaan inflasi yang menambah tekanan pada unit regional," pungkasnya.