Program Hilirisasi Pertambangan Diharapkan Tetap Berjalan Meski Terjadi Pergantian Pemerintahan
Hilirisasi terutama di sektor pertambangan diyakini memberikan kontribusi lebih besar kepada negara.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam melakukan hilirisasi pada sektor pertambangan diharapkan dalam berlanjut meski terjadi terjadi pergantian pemerintahan pada 2024.
“Kami (pengusaha) berharap pesan Presiden kepada penerusnya dalam kegiatan di Semarang kemarin dapat diwujudkan karena investasi untuk hilirisasi di pertambangan merupakan investasi jangka panjang. Oleh karenanya stabilitas kebijakan sangat kami butuhkan," kata Direktur Utama PT Ceria Nugraha Indotama, Derian Sakmiwata ditulis Sabtu (4/3/2023).
Menurutnya, hilirisasi terutama di sektor pertambangan seperti yang dilakukan Ceria memberikan kontribusi lebih besar kepada negara.
Baca juga: Komisi VII DPR Dukung Bahlil Jalankan Roadmap Hilirisasi Industri
"Ceria yang berfokus di tambang nikel melaksanakan program hilirisasi dengan memanfaatkan energi terbarukan” ujar Derian.
Selain itu, Derian juga mengapresiasi ketegasan Presiden yang akan memperluas program ini bukan hanya di pertambangan tetapi juga ke sektor lainnya.
“Komitmen pemerintah untuk terus melakukan hilirisasi tidak hanya di pertambangan perlu diapresiasi dan didukung oleh seluruh stakeholders agar kekayaan bangsa ternikmati oleh rakyat Indonesia” tambah Derian.
Ceria sebagai salah satu perusahaan lokal Indonesia yang bergerak di sektor pertambangan khususnya nikel, telah memulai pembangunan smelter nikel di Sulawesi Tenggara.
Smelter yang dibangun Ceria di bawah pimpinan Derian Sakmiwata dan Cherisha Sakmiwata rencananya memiliki empat line dengan total produksi ditargetkan mencapai 252.000 ton ferronickel (FeNi) dengan kadar nikel 22 persen.
Smelter Ceria menggunakan teknologi terkini Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang diyakini memiliki efisiensi yang tinggi dan umur produksi yang lebih panjang.
Selain smelter dengan teknologi RKEF ini, dalam waktu dekat Ceria juga akan membangun pengolahan bijih nikel dengan metode pelindian dan mengadaptasi teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) dalam 2 tahap dengan masing-masing kapasitas setiap tahap adalah 156.000 ton mixed hydroxide precipitate (MHP) setiap tahunnya dengan 62,400 ton nikel dan sekitar 6.200 ton cobalt.
Dengan demikian total produksi MHP setelah semua tahapan selesai dibangun akan mencapai 312.000 ton MHP per tahunnya.
Produk FeNi yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut untuk memproduksi Stainless Steel dan produk turunan lainnya (consuming needs).
Adapun MHP, nickel matte dan nickel sulphate dapat digunakan untuk memproduksi bahan baku baterai.
Derian yakin komitmen pemerintah terkait hilirisasi sumber daya alam bisa menjadikan iklim investasi menggeliat. Apalagi, Indonesia memiliki banyak bahan baku untuk energi hijau.
“Hilirisasi ini bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai kendaraan listrik,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan pasca program hilirisasi ekspor nikel yang awalnya menyumbang Rp 17 triliun meningkat hingga Rp450 triliun.
Peningkatan ini terjadi berkat pengolahan nikel menjadi barang jadi dan setengah jadi. Proses pengolahan inilah yang memungkinkan negara mendapatkan penerimaan lain dari pajak penghasilan, pajak PPN, penerimaan bukan pajak, bea ekspor, dan pajak karyawan.